Sabtu, 22 Januari 2011

Resensi Buku : “30 Perempuan Pilihan Wanita Penulis Indonesia”

Oleh: Nurfazlina

Judul buku       : 30 Perempuan PIlihan
Pengarang        : Wanita Penulis Indonesia
Penerbit           : Zikrul Hakim ( Anggota IKAPI )
Cetakan           : I, Januari 2011
Tebal buku      : xi + 300 halaman

Wanita Penulis Indonesia adalah organisasi yang beranggotakan kumpulan penulis wanita yang tergabung untuk bersuara melalui tulisan. Organisasi yang diketuai oleh Yvonne De Fretes ini telah mencapai usia yang ke-24 pada saat buku ini ditulis. Wanita Penulis Indonesia telah menghasilkan banyak buku yang turut mencerdaskan bangsa, menambah wawasan dan menumbuhkembangkan minat baca.

Buku rampai 30 perempuan pilihan-WPI ini merupakan salah satu karya dari Wanita Penulis Indonesia yang menceritakan 30 perempuan luar biasa dengan jiwa dan sosok kepemimpinan mereka. WPI memang tidak menentukan kriteria khusus dalam pemilihan 30 perempuan yang diceritakan dalam buku ini. Mereka hanya mengambil segelintir orang dari ribuan bahkan jutaan wanita Indonesia dari berbagai bidang yang digeluti dan dirasa layak untuk di bahas dalam buku ini. Mereka adalah Anna Rochana Rohim : Perlu Keseimbangan Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual, Anni Iwasaki : Wanita Sebagai Agen Kemajuan Indonesia, Ariani AM : Perkasa dalam Satu Warna, Dewi Motik Pramono : Putri Ayu Dunia Bisnis, Harkristuti Harkrisnowo : Perbedaan untuk Menyatukan, Hasnah Siregar : Menolong Pasien Tanpa Pamrih, Jais Hadiana Dargawijaya : Art Dealer, Kiswanti : Berjuang Mencerdaskan Anak Miskin, Linda Agum Gumelar : Ketika Kanker Hanya Sebuah Kata, Lulu Lugiyati : Srikandi Udara, Maria Hartiningsih : Komitmen, komitmen, komitmen, Martha Tilaar : Keberhasilan Enterpreneur Perempuan, Meutia Hatta : Sejarah yang Berputar, Mufidah Jusuf Kalla : Cinta, Aktualisasi Diri, Kerajinan Indonesia, Anggrek, dan Pentingnya Membangun Karakter Anak, Muji Rahayu : Guru di Kepulauan Seribu, Nyi Rumiyati Ajang Mas : Dalang dan Wayang Perempuan, Ovie Eliana : Pramudi Bus, Pratiwi Sudarmono : Perempuan Harus Keluar dari Tradisi Marjinal, Prita Kemal Gani : Impian Prita, LSPR Menjadi Pusat Study PR di Asia, Riris K. Toha-Sarumpaet : Guru Besar Sastra, Rosiana Silalahi : Menjadi Wartawan itu Panggilan Hati, Rumiah K : Perempuan Kapolda Pertama Indonesia, Siti Aminah : Bidan Kaum Terpinggir, Siti Istikharoh : Peduli Perjuangan Buruh, Suciwati Munir : Sendiri Menerjang Badai Kemunafikan, Susi Susanti : Sebut Saya Ibu Rumah Tangga, Sylviana Murni : Perbedaan Bukan Untuk Membeda-bedakan, Titiek Puspa : Tebarkan Cinta Kasih dengan Ikhlas, Winny E.Hassan : Bankir Sukses dengan Bekal Ijazah SMA, dan Yoyoh Yusroh : Ibu Ummahat yang Gigih. “Bunga rampai 30 perempuan pilihan WPI ini adalah ajakan untuk mengingat dan menuliskan kisah hidup perempuan Indonesia”.

Kesan
Pada buku “30 Perempuan Pilihan WPI” ini, WPI mencoba memaparkan dan menggambarkan bagaimana 30 perempuan ini menjalani hidup mereka, menghidupkan kembali jiwa-jiwa kepemimpinan kaum perempuan. Perempuan bukan hanya seorang ibu rumah tangga nantinya, namun mereka adalah sosok yang mampu merubah bangsa ini, memiliki visi untuk pembangunan bangsa ini. Awalnya, saya hanya terkesan dengan sentuhan yang diberikan pada cover bagian belakang. Namun, ketika menyelami sekujur buku ini, saya terharu, miris, menangis, dan marah pada diri saya sendiri. Saya seakan melihat kembali sosok bunda Anni Iwasaki yang mengabdikan diri sebagai ibu rumah tangga, penggerak kreatifitas kaum ibu, dan rela bolak-balik Indonesia-Jepang demi tugas mulianya itu, dan 29 kisah perempuan lainnya dengan berbagai warna yang menyadarkan saya bahwa kita, perempuan Indonesia, bisa berkreatifitas sesuai bidang kita, menjadi sosok pemimpin sesuai bidang kita tanpa melupakan kodrat kita sebagai seorang ibu yang akan membimbing anak kita mejadi seorang pemimpin nantinya. “Jika 30 perempuan ini duduk diam menjadi perempuan penurut yang ‘manis-manis’ , menunggu datangnya pangeran, kita tak dapat membaca riwayat mereka di buku ini”. Kalimat ini benar-benar menggelitik dan menghujam relung-relung pikiran saya tentang sosok kepemimpinan yang sesungguhnya.

Sinopsis
Sentuhan-sentuhan kata pengantar dari ketua umum Wanita Penulis Indonesia, Yvonne De Fretes cukup memberi gambaran luar dan mengantarkan kita untuk haus membuka isi buku ini. Anna Rochana Rohim, wanita nomor satu pada buku ini memaparkan dengan gamblang dan menyentuh, “Memiliki keluarga bahagia, dengan suami yang saleh, setia dan anak-anak yang cerdas, pintar mengaji, dan rajin shalat serta hormat kepada orangtua mereka merupakan impian setiap perempuan. Tetapi, tidak banyak yang berhasil mewujudkannya ke dalam kenyataan. Bahkan ketika mimpi menjadi nyata, Kadang mereka sendiri yang kemudian memberantakkannya”. Ia hanya sosok yang tidak dikenal, tapi jika kita mengenal Ary Ginanjar, Anna adalah ibunda yang luar biasa dalam mendidik putranya ini. Yoyoh Yusroh, ibu Ummahat yang gigih ini sengaja ditulis dibagian akhir karena disusun secara alfabetis. Figur bunda Yoyoh yang berkecimpung sebagai anggota legislatif, pendidik dan pembimbing anak dan keluarga secara syariat islam dan wanita shalehah tergambar cantik dan anggun dengan jiwa-jiwa leadership yang ia kisahkan dalam menjalani hidupnya.

Ulasan Singkat dan tinjauan bahasa
Buku rampai 30 perempuan pilihan-WPI ini ditulis dengan gaya dan corak yang unik. Dilatarbelakangi faktor penulisan dari 12 penulis handal seperti Puti Lenggo, Free Hearty, Rita Sri Hastuti, Diah Hadaning dan sejumlah generasi yang lebih muda seperti Muthiah Alhasany, Pipit Senja, Ariany Isnamurti dan Fanny Jonathans Poyk, bahasa buku ini disampaikan secara lugas, bebas, dan unik. Setiap biografi dari 30 perempuan pilihan ini disampaikan dengan menyentuh oleh penulis yang berbeda. Tapi, ini tak memudarkan hidupnya buku ini.

Kelebihan dan kelemahan
Secara keseluruhan, buku rampai 30 perempuan pilhan-WPI menceritakan biografi secara kuat dan mengesankan. Penyampaian yang biasa dan tidak berlebih-lebihan membuat karakter dan filosifi setiap tokoh tergambar dan mudah dipahami. Setiap tokoh tergambar dan memotivasi secara lembut tentang diri mereka. Namun, tak lepas dari kekurangan buku ini, buku ini cenderung monoton dalam mengisahkan beberapa karakter tokoh layaknya biografi-biografi tokoh sejarah. Terkadang kita akan merasa bosan dan bingung mengambil kesimpulan beberapa tokoh. Humor yang disajikan memang ada, namun terkadang sedikit dipaksakan dalam ruang lingkup serius dan haru yang cenderung menguasai cerita.

Penutup
Buku ini sungguh mengesankan dan menginspirasi. Saya kira buku ini pantas untuk dibaca dan dijadikan sumber motivasi diri. Khusus untuk remaja, mahasiswa dan pelajar dengan lebih menspesifikkan pada kaum perempuan, Buku ini akan membuka mata hati dan pikiran yang sempit mengenai perempuan yang luar biasa dan perempuan mampu menjadi pemimpin ditengah realita yang melemahkan posisi perempuan. Buku ini menyajikan sosok yang luar biasa dengan bersikap positif terhadap segala kelemahannya dan bidang yang dianggap biasa tapi jadi luarbiasa dengan semangat mereka. “Mereka adalah perempuan dengan etos kerja yang tinggi dan semangat hidup yang didasari oleh impian masa depan. Keterpihakan terhadap yang lemah dan terpinggirkan menjadi landasan visi hidup mereka”. Pernyataan yang lantang ini akan memberitahu kita tentang arti seorang pemimpin.

Kamis, 06 Januari 2011

Memaknai Bakti Kepada Kedua Orang Tua Sebagai Pembentukan Karakter yang Beradab dan Unggul


oleh : Nurfazlina

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Berbakti kepada orang tua memang merupakan suatu kewajiban kita sebagai seorang anak. Ini merupakan sebuah pernyataan gamblang sebagai  anak yang mencintai kedua orang tuanya. Rasa terima kasih terhadap kedua orang tua dapat menjadi alasan kuat kita untuk berbakti kepada mereka. Bahkan mungkin dalam suatu parameter perbandingan, bakti kita pada orang tua kita belum mampu membalas segala kemuliaan yang telah mereka beri semenjak kita melihat dunia ini dengan tanpa daya hingga kita bisa melihat dunia dan merasa mampu untuk berdiri sendiri.

Allah Ta?ala berfirman:Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.? Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka”. 
(Surat 46 Al-Ahqaaf (Bukit-Bukit Pasir) Ayat 15-16)


Ayat ini adalah seruan kepada manusia tanpa pandang bulu untuk berbuat baik kepada ibu bapak.  Suatu realita yang nyata dan tidak dapat kita pungkiri secara naluri adalah ibu telah mengandung kita dengan susah payah, melahirkan dengan susah payah (pula) dan menyusui  selama lebih kurang tiga puluh bulan. Realita itu sudah cukup menjawab pertanyaan mengapa kita harus berbakti kepada ibu, kepada kedua orang tua. Diantara bentuk berbakti kepada orang tua yang tentunya kita sadari adalah: bertutur kata yang sopan dan lembut, membantu memenuhi kebutuhannya, tidak mengganggu dan menyakitinya dll. Kebaktian kita pada orang tua tidak dinilai dari besarnya uang yang kita beri ketika berhasil nanti, tingginya status jabatan kita ketika kita kerja nanti dll. Namun, hal yanh paling berharga adalah bagaimana kita mampu berbakti sesuai adap kita kepada mereka, orang tua kita. Adap sopan santun, jangan mengucap “ah” kepada mereka, jangan menghardik mereka, dan jadilah karakter yang baik atau anak yang shaleh sudah cukup menunjukkan bakti kita kepada mereka.


Karakter yang Beradab dan Unggul Dapat Terbentuk Dari Bakti Pada Orang Tua

Menurut kamus, adab berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Berbicara mengenai karakter yang beradab, hal ini lebih berfokus pada adab kita sehari-hari atau tingkah laku kita sehari-hari. Perbuatan atau tingkah laku kita yang tidak baik bisa dikatakan kita tidak beradab. Dari semua segi kehidupan kita mengenal adab. Adab menjadi tolak ukur moral seseorang atau suatu bangsa atupun sebaliknya. Seeorang yang mengenal dan memahami adab akan memiliki moral yang baik. Salah satu contoh adab yang kita kenal sehari-hari adalah adab kepada orang tua sebagai bakti kita kepada kedua orang tua. Adap yang baik kepada orang tua tercermin dari sikap baik kita kepada mereka. Sebagai bentuk bakti dan cinta kita pada orang kita, kita mengenal istilah adab dan berbuat baik pada orang tua. Seseorang yang senantiasa berbuat baik pada orang tuanya akan memiliki pola tingkah laku yang sama diluar hubungannnya pada orang tuanya. Seseorang yang senantiasa berbuat baik pada orang tuanya akan mematuhi perintah orang tuanya selama itu tidak bermaksiat. Hal ini terjadi karena suatu proses permbentukan karakter yang beradab pada orang tua. Rasa sadar, cinta, dan tingkah laku yang akan membekali karakter yang beradab


Seseorang senantiasa berbuat baik atau berbakti  pada orang tuanya akan senantiasa menjadi yang terbaik dihadapan orang tuanya, menjadi sosok yang unggul dan hebat dihadapannya. Satu hal yang tidak dapat kita pungkiri, setiap langkah juang kita, setiap usaha pencapaian cita-cita tidak terlepas dari rasa cinta dan bakti kita pad kedua orang tua. Sungguh mengagumkan memang, ketika seseorang tokoh Mapres 2 Universitas Indonesia seperti Andreas Sanjaya ditanya siapa tokoh yang paling menginspirasi baginya. “Ibu” merupakan sosok yang secara gamblang ia ucapkan. Memang sesuatu yang tidak aneh, karena kepada siapapun kita bertanya, sosok ibu atau ayah adalah sosok yang paling hebat. Namun, hal yang paling saya tekankan disini adalah rasa cinta, rasa bakti, dan rasa saying seseorang pada ibunya mampu membongkar segala keterbatasannya dalam mencapai cita-cita demi membahagiakan ibunya seperti resa cinta sosok Andreas Sanjaya.pada ibunya mampu membongkar keterbatasan yang ia miliki saat SMA menjadi poin lebih saat ia terpilih menjadi mapres dua Universitas Indonesia.


Jika kita kaitkan dengan peradaban bangsa, membangun peradaban sebuah bangsa pada hakikatnya adalah pengembangan watak yang beradab dan karakter manusia unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Bakti kepada orang tua dapat menjadi salah satu parameter yang dapat membentuk karakter yang beradab dan unggul.

Mahasiswa : Kekasih yang dirindukan Bangsanya


Oleh : Nurfazlina


Bangsa ini lahir dengan usaha yang tidak mudah. Kita secara gamblang bisa mengatakan bangsa ini yang lahir setelah dijajah Portugis, Belanda dan Jepang. Ketika kita kembali membuka catatan sejarah bangsa ini beberapa puluh tahun silam, kita akan menemukan nama Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, Cut Nyak Dien, dan tokoh-tokoh bangsa lain yang tertera disana. Apa yang telah mereka lakukan dimasa silam telah membuat kita bisa menyenyam titel warga negara Indonesia, memperoleh kemerdekaan dan memperoleh pengakuan akan hak sebagai warga negara. Bangsa ini bagai sebatang pohon yang telah hidup sejak diproklamirkan oleh Bung Karno pada 17 Agusutus 2010. Bangsa ini senantiasa dipupuk dengan perjuangan- perjuangan founding father dan tokoh dimasa silam. Pembentukan UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa, pancasila sebagai dasar negara, dan sumpah pemuda sebagai janji para pemuda Indonesia yang lahir atas rasa persatuan yang dipupuk oleh pemuda-pemuda saat itu cukup mengingatkan kita kembali bahwa bangsa ini telah dilahirkan dan dibangun oleh pemuda dan tokoh bangsa beberapa tahun silam.

Dulu, bangsa ini memilki pemuda- pemudi yang membanggakan persatuan dan kesatuan dengan latar belakang yang berbeda, pendapat dan pikiran yang berbeda tapi satu hal yang sama yaitu berjuang bersama dalam peran serta mempertahankan tanah air dari para penjajah yang sudah sekian lama terus menindas bangsa kita. Kondisi ketertindasan yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan hartabat bangsa Indonesia dan mengharumkan nama bangsa.  Sumpah pemuda merupakan karya nyata yang dilakukan pemuda dimasa silam.
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sumber : wikipedia


Teks ini mengingatkan kita ketika dulu masih berseragam putih merah diminta untuk menghafal isi sumpah pemuda ini dan membacanya secara lantang di depan kelas. Hal ini berlalu begitu saja tanpa mengerti makna sumpah pemuda. Suatu hal yang dilakukan karena merupakan bagian proses belajar. Sama halnya dengan peringatan sumpah pemuda yang berganti setiap tahun tanpa mengerti akan implemtasinya.


Namun, jika kita bandingkan dengan sebuah pemahaman akan sumpah pemuda oleh kaum terpelajar seperti mahasiswa, mahasiswa akan memberikan penjelasan dan implementasi sesuai dengan ilmu mereka. Tidak hanya tahu dan hafal. Mahasiswa yang terkenal dengan idealisme mungkin telah paham esensi dari sumpah pemuda.


Indonesia yang merupakan hasil karya dan perjuangan pemuda bangsa silam, saat ini menampakkan wajah suram dan tak cerah lagi. Kompleksitas permasalahan yang menimpa bangsa ini memudarkan cita-cita pemuda bangsa silam akan keutuhan dan kejayaan bangsa. Rangkaian kejadian demi kejadian, permasalan demi permasalahan, ancaman demi ancaman, tantangan demi tantangan senantiasa mewarnai wajah Indonesia saat ini dan tak kunjung menemukan solusi akan komplekitas ini. Kemiskinan, krisis moral, konflik sosial, krisis budaya dan kesadaran akan hukum dan nasionalisme menjadi makanan pokok bangsa ini. Bencana yang tak kunjung berhenti juga menjadi masalah bangsa ini. Pernyataan “bangsa ini masih terjajah  dan masih pantaskah kita menyebut bangsa kita merdeka ”  bukanlah hal yang dapat dipungkiri dari realita yang ada pada bangsa kita.


Indonesia sekarang sebenarnya masih tertindas dan terjajah disebabkan oleh pola pikir dan paradigma yang disuapkan oleh paradigma yang ada dan sempit akan strategi sosial, budaya, hukum, moral dan ekonomi.
Medan (ANTARA News) – Kondisi masyarakat Indonesia saat ini merupakan yang terburuk dalam 36 tahun terakhir, ujar Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bomer Pasaribu. “Presiden SBY dalam Pidato Kenegaraan Januari lalu menyebutkan di Indonesia terdapat sebanyak 19,2 juta rumah tangga miskin atau sekitar 36,3 persen. Namun Bank Dunia menyebutkan 108 juta rumah tangga miskin (49 persen) di Indonesia dan merupakan yang terbesar dan terburuk dalam 36 tahun terakhir,” ujarnya.


Berita diatas cukup miris dan membuka mata kita. Namun,  hal yang lebih mencengangkan kita adalah krisis moral bangsa yang semakin meningkat seperti korupsi dikalangan pejabat negara yang juga tak kunjung selesai. Bahkan pemuda khususnya mahasiswa juga mengambil andil dalam permasalahan ini. Banyak kita lihat dan dengar tingkah laku pemuda khususnya mahasiswa yang menampakkan karakter yang buruk.
Melihat kembali pada masa lalu bahwa Indonesia dulu adalah hasil karya pemuda, maka indonesia sekarang dan akan datang juga membutuhkan pemuda.untuk menjawab kondisi bangsa ini atau setidaknya tidak menambah persoalan bangsa ini.


Mahasiswa adalah bagian dari pemuda-pemuda bangsa yang memilliki kelebihan dari segi penguasaan ilmu pengetahuaan, idealisme dan dipersiapkan untuk bekerja dan berkontribusi terhadap bangsa dikemudian hari kelak. Mahasiswa adalah kalangan akademis yang dikenalkan  dan ditanamkan prinsip Tridharma perguruan tinggi dalam diri mereka yaitu pengabdian, penelitian, dan pengetahuan. Dengan segelintir kelebihan yang disandang dan diberikan oleh bangsa terhadap pembentukan karakter mahasiswa yang sebenarnya ini, sudah selayaknya bangsa sangat membutuhkan mahasiswa untuk berkontribusi bagi bangsa ini dikemudian hari. Bangsa membutuhkan tangan-tangan pemuda khususnya mahasiswa untuk menjawab persoalan bangsa saat ini.


Namun, saat ini kita masih belum melihat lahirnya mahasiswa sebagai pemuda dan agent of change yang benar-benar mampu, unggul, berdaya saing, dan memiliki nasionalisme. Secara jujur yang banyak kita lihat saat ini mahasiswa hanyalah yang sibuk aksi dan  mengkoar-koarkan idealisme dan kritik mereka terhadap kinerja pemerintah. Bukan berarti ini salah dalam konteks pengabdian dan konstribusi mahasiswa terhadap bangsa. Namun jika ditelaah lebih lanjut, apakah aksi ini memberi manfaat akan kinerja pemerintah dikemudian hari. Yang kita lihat saat ini hanyalah aksi adalah aksi dan pemerintah adalah pemerintah.


Secara konteks alamiah dan mendasar, mahasiswa bukan hanya intektualis bangsa yang hanya mampu melakukan aksi untuk konstribusi terhadap bangsa ini. Namun mahasiswa mampu melakukan hal yang lebih dari itu. Menjadi sosok yang berkarakter baik dan berkontribusi secara nyata terhadap masyarakat seperti proyek kerja sosial dan penelitian sudah cukup mempersiapkan mahasiswa menjadi agen yang dirindukan bangsa ini dikemudian hari ketika benar-benar harus terjun dan menjadi bagian dari pembangun bangsa yang sesungguhnya.


Bangsa ini merindukan sosok Bung Karno, Bung Syahrir, Bung Hatta, dan tokoh bangsa lainnya  yang lahir dari status mahasiswa, sosok Soetomo, mahasiswa atau pelajar STOVIA mempelopori lahirnya Budi Utomo sebagai awal pergerakan nasional, sosok  mahasiswa lain seperti R. Pandji Sosrokartono, Gondowinoto, Notodiningrat, Abdul Rivai, Radjiman Wediodipuro (Wediodiningrat), dan Brentel yang  terlibat dalam Indische Vereeniging yang bertujuan untuk memajukan kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia,  dan sosok pemuda-pemuda dalam ikut serta dalam lahirnya sumpah pemuda.

 

"Berikan aku sepuluh pemuda yang cintanya membara pada Tanah Air, maka akan kugoncangkan dunia." - Ir. Soekarno. Pernyataan Bung Karno ini menggambarkan pemudalah penentu nasib bangsa dimasa yang akan datang. Pemuda yang memiliki rasa cinta membara terhadap bangsanya layaknya cinta terhadap kekasihnya. Mahasiswa merupakan sosok yang istimewa dikalangan pemuda. Rasa cinta terhadap bangsa yang senantiasa ditanamkan dibangku kuliah sudah sepatutnya dipertanyakan oleh bangsa ini. Kerinduan bangsa yang mendalam terhadap mahasiswa tergambar dari guratan sedih bangsa ini. Sudah saatnya kita sebagai mahasiswa mewujudkan pernyataan Bung Karno diatas. Menjadi bagian dari sepuluh pemuda yang mencintai bangsa dengan membawa title intimewa yaitu mahasiswa setidaknya menjadi pelipur lara kondisi bangsa saat ini dan sedikit demi sedikit menghilangkan guratan sedih di wajah Indonesia.

 

Daftar Pustaka :


http://www.antaranews.com/view/?i=1183722362&c=EKB&s=

 





Awareness, Acceptance and Action

Awareness, Acceptance and Action
oleh : Nurfazlina


JIka berbicara mengenai karakter , pola serta budaya bangsa ini saat ini, saya jujur mengakui ini merupakn sesuatu yang memalukan. Suatu pola tingkah laku, budaya dan peradaban yang bisa kita katakan buruk. Semua fenomena alam nyata tidak bisa kita punggkiri bahwa bangsa ini bobrok dalam hal moral, kedisipllinan, dan pola pikir.


Penyakit ini telah merambah seluruh bagian sendi-sendi bangsa ini. Para pemimpin yang merupakan sosok yang seharusnya menjadi suritauladan secara terbuka menampilkan karakter buruk dan tidak bermoral mereka. Korupsi, perselingkungan, ketidaktransparanan dan egoistis yang dijunjung tinggi seolah-seolah menadoi gaya hidup dikalangan mereka. Rasa tanggung jawab, kewajiban  dan amanah yang mereka emban menjadi sesuatu hal yang terlupakan oleh hasrat-hasrat komersial. Kekuasaan yang mereka miliki cukup memutar balikkan fakta sehari-hari. Moral yang seharusnya kita junjung, prilaku yang kita anggap baik secara serta merta berubah karena pola pikir kita telah disogok oleh kekuatan kekuasaan dan kekuatan komersil mereka. Secara jujur , kita akui bangsa ini bobrok dalam hal moral kepemimpinan.


Kita tentu dengan mudah bisa selalu menyorot kehidupan para pemimpin kita. Kita bisa saja sibuk menghakimi moral  mereka. Kita bisa saja berkutat pada penghakiman yang terus kita hujamkan pada mereka karena kebobrokan moral mereka. Namun, kita lupa sendi lain yang juga harus menjadi sendi yang sangat penting. Sendi lain yang hanya bisa kita jawab sendiri. Penyakit yang sangat parah dimiliki oleh bangsa ini adalah hanya mampu mengahakimi orang lain, namun tak mampu menghakimi diri sendir. Contoh realita saat ini adalah mahasiswa. Memang tidak bisa dikatakan salah aksi-aksi yang dilakukan olah mahasiswa dijalan-jalan untuk menunutut pemimpin kita, membuka kebobrokan pemimpin kita , menuntut hak rakyat yang telah mereka korup selama puluhan tahun, dan menuntut janji-janji menis mereka. Namun, coba pandang diri mereka atau diri kita sebagai mahasiswa. Apakah perbaikan moral yang kita teriak-teriakkan telah kita aplikasikan terlebih dahulu. Budaya terlambat, budaya  tidak bertanggung jawab, budaya mengasihi diri sendiri yang ketika melakukan kesalahan dan cenderung  mancari alasan yang menguntungkan diri sendiri, gaya hidup anak kecil yang egoistis,dll merupakan beberapa dari  contoh penyakit yang mungkin setiap kita miliki. Hanya saja kejujuran pada diri sendiri bahwa kita memang memilki hal ini belum kita miliki.
Ketidakjujuran bisa dikatakan menjadi penyebab penyakit moral yang  melanda bangsa ini. Kita berpikir bahwa kita melakukan hal-hal diatas karena  itu merupakan hal yan g lumrah. Bahkan saya miris ketika mendengan teman saya memiliki dosen yang  sering datang terlambat, istlah “gabut” dalam dunia organisasi, dan gaya gaya hidup yang sudah kita anggap biasa karena orang banya melakukannya. Sementara diluar sana, di negara yang bisa dikatakan maju menganggap bahwa kebiasan itu salah dan menggambarkan kebobrokan moral. Rasa jujur terhadap diri sendiri hilang ketika kita dipengaruhi lingkungan. Rasa kejujuran kita bahwa prilaku diatasa salah tertutupi oleh pola pikir lingkunagan yang salah. Namun, yang sangat disayangkan adalah kita tidak mampu mempertahankan kejujuran diri yang kita miliki untuk merubah kebiasaab yang dianggap benar itu menjadi suatu kebiasaan yang kita benci untuk dilakukan.


Dalam melihat kasus kebobrokan moral masing-masing kita dan ketidakjujuran pada diri sendiri ini. Saya mencoba mengangkat 3 poin penting dan mendasar sekali. Prinsip ini cenderung dikenal dengan “three of A : Awaraness, Acceptance and Action”


Awareness
Menurut kamus Indonesia-Inggris, awarenass berarti kesadaran. Saya tidak ingin menitikberatkan pada poin pengertian, tetapi cenderung kepada arti secara harfiah. Kesadaran itu lahir dan mincul dari sendiri. Kesadaran itu lahir dari kejujuran terhadap diri sendiri. Kesadaran ini lebih menitikberatkan pada bagaimana kita mengakui bahwa kebiasaan yang selama ini kita paksakan pengagapannya benar dapat menjadi sebuah yang benar salah adanya, kebencian terhahap kebohongan diri sendiri harus ditanamkan dan kesadaran akan bobroknya moral pribadi.


Acceptance
Menerima bukanlah hal yang mudah. Seorang kira harus menerima bahwa label yang menyatakan bobroknya moral pribadi kita itu suatu realita. Penerimaan akan semua tanggung jawab untuk melakukan perubahan lebih dinilai berharga.

Action
Kenapa saya meletakkan action ini diposisi paling akhir? Alasasannya adalah perbuatan atau action yang kita lakukan tidak akan bernilai dan menampakkan hasil jika kesadaran dan penerimaan akan kesalahan diri  itu belum muncul. Action disini adalah perbuatan, perubahan dan perbaikan terhadap setiap hal yang kita sadari dan kita terima terhadap diri kita sendiri.

Perbaikan Pembentukan Karakter Bangsa adalah Tahap Awal Pencarian Bangsa Indonesia bagi Mahasiswa


Karakter bangsa Indonesia


oleh : Nurfazlina

Karakter merupakan suatu kualitas pribadi yang bersifat unik yang menjadikan sikap atau peri laku seseorang yang satu berbeda dengan yang lain. Karakter, sikap, dan perilaku dalam praktek muncul secara bersama-sama sehingga sulit jika kita hanya akan melihat karakter saja tanpa munculnya sikap atau perilaku. Oleh karena itu berbicara tentang karakter tidak dapat dipisahkan dengan sikap atau perilaku, sebab karakter itu akan muncul ketika orang berinteraksi dengan orang lain atau makhluk cipataan Tuhan lainnya.

Jika kemudian suatu karakter individu menjadi suatu karakter bangsa maka perlu adanya acuan. Artinya dari konsep individual menjadi sebuah konsep kemasyarakatan dan lebih luas lagi bangsa, maka haruslah ada instrumen sebagai alat evaluasi yaitu kebudayaan. Secara ringkas kebudayaan berisi sistem nilai, norma dan kepercayaan. Budaya dikembangkan dan diamalkan oleh masyarsakat pengembangnya, sehingga anggota masyarakat dalam wilayah budaya tersebut memiliki kecenderungan yang sama dalam hal mengamalkan sistem nilai, norma dan kepercayaan mereka. Dengan demikian dalam konteks ini budaya dapat dianggap sebagai instrumen untuk melihat kencenderungan perilaku pengembangnya. Dari kedua konsep di atas, maka dapat dikemukakan bahwa perilaku merupakan resultan dari berbagai aspek pribadi dan lingkungan. Jadi berbicara tentang karakter bangsa merupakan konsep psikologi atau prilaku dan kebudayaan.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur yang mempunyai karakter sopan, santun, altruistik, ramah tamah, berperasaan halus dll yang menggambarkan sebuah sikap atau perilaku yang mengindikasikan budaya keluhuran budi pekerti. Karakter perjuangan yang berunsurkan keberanian, kejujuran, ketabahan, dan ketaqwaan, saling percaya, dan rasa kesatuan telah dimiliki bangsa Indonesia sejak masa pergerakan nasional sehingga negara Indonesia yang merdeka dapat terwujud seperti yang kita rasakan saat ini. Karakter bangsa Indonesia yang sebenarnya dapat kita lihat dan ambil dari nilai-nilai yang terkandung  pada pancasila dan garuda pancasila.

Pembangunan karakter bangsa bagi mahasiswa

Tidak dapat dipungkiri,pembangunan karakter bangsa erat kaitannya dengan pembangunan bangsa. Kemajemukan dari banyak pulau dan ragam suku budaya yang disatukan oleh satu kelautan dan penerapan sistem pemerintahan yang feodalistik tradisional  sebagai akibat penjajahan  Belanda selama puluhan tahun lalu telah menimbulkan kompleksitas untuk menciptakan karakter bangsa Indonesia yang menjadi jati diri dan pembeda dari bangsa lain.

Namun,  pada era reformasi banyak pihak yang mengklaim bahwa karakter bangsa kita semakin terpuruk dan salah satu faktornya adalah banyak tingkah laku pemuda termasuk mahasiswa yang menampakkan karakter buruk.

Kita sebagai mahasiswa, tak seharusnya berkutat akan protes dan bertanya apakah benar banyak tingkah laku mahasiswa menampak karakter buruk. Namun, bercerminlah pada diri kita sendiri. Apakah selama ini kita telah menjadi solusi bagi masalah bangsa ini atau menjadi benalu yang senantiasa merusak karakter bangsa ini?

Pancasila dan garuda pancasila tidak hanya digunakan sebagai landasan-penopang tegaknya bangsa ini,tapi juga sebagai landasan-penopang bangunan karakter bangsa yang akan membentuk karakter bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah menjadikan pembelajaran Pancasila dan sejarah sebagai bagian kurikulum inti untuk menjawab solusi atas kerusakan karakter bangsa saat ini. Salah satu contoh pelaksaan kebijakan ini di Universitas Indoensia adalah adanya mata kuliah MPKT. Maka, sudah sepatutnya kita sebagai mahasiswa memanfaatkan pembelajaran ini untuk membangun karakter kita sebagai bagian dari diri bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila dan garuda pancasila, bukan menjadi benalu yang merusak karakter bangsa ini.

Daftar Pustaka :
Anhar Gonggong, 2002, Indonesia, Demokrasi, Dan Masa Depan Pergumulan Antara Masyarakat Warisan dengan Masyarakat Merdeka-Ciptaan, Ombak, Yogyakarta


Entri Terbaru

Tokoh Indonesia dan Nilai Berakhlak