Selasa, 10 Januari 2012

Who Am I : Sebuah Pertanyaan yang Harus Ku Jawab


Oleh : Nurfazlina


Who am i, sebuah pertanyaan yang membuatku tersentak dan  tersadar untuk kembali melihat siapa diri ini. Awalnya aku pikir pertanyaan ini mudah untuk dijawab. Tapi saat tangan ini mulai menari diatas keyboard, bibir terhenti dan otak berputar dengan kekuatan lebih untuk merangkai kata demi kata.

Aku Nurfazlina, biasa dipanggil alin, siswa SD 10 Sei Cubadak. Jawaban ini mungkin yang akan terlontar ketika ku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Namun, untuk menyatakan hal yang sama dengan parameter berbeda saat ini mungkin ada sedikit keanehan. Pertanyaan ini bukan sekedar pertanyaan yang bersifat informatif, namun lebih bersifat deskriptif.

Aku terlahir dari keluarga biasa bahkan mungkin sangat biasa. Aku dibesarkan oleh kedua orang tua yang begitu ku kasihi di sebuah desa yang jauh disana, Ujung Guguk, Provinsi Sumatra Barat. Kehidupan desa yang masih permai dan kuat dengan adat istiadat ini mengajarkanku banyak hal tentang hidup dan kehidupan.
Aku jadi ingat masa-masa  kecil di Taman Kanak-kanak yang berdiri didekat bukit dan ditengah sawah nan hijau permai. Setiap pagi ku harus berjalan menuju sekolah tersebut bersama nenek. Terkadang berlari-lari kecil karena bahagianya untuk bertemu teman-teman, ayunan yang agak mulai patah, dan seluncuran yang berebutan. Alin kecil yang pendiam, pemalu dan rajin kulihat pada diri ku kala itu. Namun, pernah suatu kali ku terjatuh dibawah seluncuran karena kecerobohanku. Pernah suatu kali ku terjatuh dijalan menuju sekolah bersama ibu karena begitu semangatku untuk mengambil rapor. Tapi, disinilah kau mulai mengenal pertemanan, guru, dan ilmu. Satu hal yang paling berharga yaitu disinilah aku mengenal perlombaan, kegagalan, dan keberanian. Kala itu aku harus tampil membacakan puisi dihadapan bapak Camat, menari dan berpakaian adat bersama teman-teman dan kalah dalam lomba mewarnai karena begitu lambat dalam mengkombinasikan warna. Sosok si kecil alin yang masih diwarnai dengan sedikit tinta.

Masa-masa di Sekolah Dasar tidak bisa dilupakan begitu saja karena disini aku mengenal kata persaingan, juara, dan sopan-santun. Masa yang kulalui selama 6 tahun di SD 10 Sei Cubadak ini memberi kesan berharga bagiku. Kata juara mulai kukenal sejak awal SD. Mungkin juara 5 sudah cukup memberiku pemahaman tentang juara. Namun, setelah mendapat juara 1 dikelas 2 aku mulai mengenal kata persaingan. Masa dimarahi karena berbuat yang tidak sopan santun pada guru membuatku sadar bahwa sopan santun itu suatu yang dipelajari dan diterapkan.

Ketika memasuki gerbang itu, ku ragu apakah sekolah ini cocok untukku. Masa penyesuaian diri yang awalnya masih kecil dan kemudian harus mengalami pubertas adalah masa-masa di Sekolah Menengah Pertama ini. Aku memang sering bertanya pada diri ini mengapa diawal masuk sekolah prestasiku biasa-biasa saja tapi ketika telah masuk kelas 2 SMP aku mulai bisa berprestasi lebih. Dalam lomba tingkat provinsi yang ku ikuti, aku sadar bahwa kalimat “Diatas langit masih ada langit” itu benar adanya. Sebuah rasa sadar dan motivasi tumbuh disini.

Aku terkadang berfikir masa SMA itu tak indah seperti teman-teman biasa katakan. SMA menurutku adalah masa yang berat. Sebuah keputusan masa depan harus sudah sedikit tergambar disini. Aku tetap dengan rajin, usaha keras, dan semangat saing menuntut ilmu di SMA 1 Ampek Angkek. Satu hal yang tak terlupakan yaitu rasa syukurku karena masih bisa menuntut ilmu disana dengan beasiswa. Tak terbayang jika ibu harus berjuang keras untuk membiayai sekolahku di Sekolah unggulan tapi mahal.

Aku bingung ketika masuk pada gambaran berikutnya. Aku adalah seorang mahasiswa jurusan pendidikan dokter. Hari-hari pertama masuk FK memang terasa asing tapi tak dipungkiri kampus ini adalah rumahku, rumah pembangun impianku selama enam tahun kedepan. Disinilah aku harus mengurai kembali dan merangkai kembali si Alin kecil agar menjadi sosok yang berwarna sesuai dirinya.

“Aku hanyalah manusia biasa” pernyataan yang dipetik dari sebuah lagu terkenal ini muncul dibenakku. Pernyataan ini mengingatkanku pada semua sifat-sifat buruk yang ku miliki sejak terlahir dari rahim ibu hingga nafas ini masih berhembus saat ini.

Aku adalah seorang yang pemalu dan pendiam. Sejak kecil ketika aku harus disuruh tampil didepan orang banyak, rasa takut itu muncul dan meniadakan keberaniaaku untuk maju. Pipi tiba-tiba merah dan tubuh sedikit menggigil. JIka bergaul dengan orang-orang yang baru atau jarang bertemu, kecenderungan untuk diam itu muncul. Aku takut setiap perkataan yang muncul itu tidak penting dan menyakiti hati orang tersebut.
Aku adalah orang yang tidak sabar. Rasa muak itu muncul ketika semua yang kuharapkan tak sesuai dengan kenyataan.

Mungkin pertanyaan ini tidak terjawab dengan tepat dan deskriptif. Tapi inilah aku adanya dengan segala kekuranganku dan segala kelebihan yang diberikan Allah padaku. Aku adalah seorang pemimpin untuk diriku sendiri dan kelak ingin menjadi seorang pemimpin bukan seorang pemimpi. Aku adalah mahasiswi jurusan pendidikan dokter yang nantinya akan menjadi seorang sosok berjas putih yang akan menolong pasien yang membutuhkan pengobatan dan akan memajukan pelayanan kesehatan bangsa ini.

“Aku adalah seorang muslimah yang senantiasa mewujudkan impianku menjadi seorang muslimah sejati dan pembelajar” dalam pernyataan terakhir yang mampu kutulis dan merupakan gambaran diriku yang benar adanya ditambah gambaran impianku kelak yang harus kuwujudkan. Saat ini, apa yang kulakukan, yang ku perbuat, yang memotivasiku belajar dan berjuang untuk hidup dan yang akan menjawab pertanyaan siapa aku adalah status dan kodratku sebagai seorang muslimah yang senantiasa berusaha menjadi seorang muslimah sejati yang pembelajar.

Entri Terbaru

Tokoh Indonesia dan Nilai Berakhlak