Rabu, 04 Juli 2012

LANSIA : MENJADI VEGETARIAN, SEHATKAH?

(Essai Temilnas 2012)

By : Nurfazlina,

FK UNAND, 2011


Saat ini tidak bisa kita pungkiri bahwa menjadi vegetarian merupakan salah satu trend dunia kesehatan. Ternyata, dari segi pelaku, tidak hanya anak-anak, remaja, dan dewasa yang cenderung memilih menjadi vegetarian, lansia pun ada yang memilih menjadi vegetarian. Banyak penelitian menemukan bahwa menjadi vegetarian dapat mencegah dan mengobati penyakit degeneratif seperti obesitas, hipertensi, kanker, stroke dan lain-lain. Berdalih dari anggapan bahwa menjadi vegetarian menimbulkan malnutrisi tubuh, misalnya kekurangan protein, zat besi, dan vitamin B12, badan menjadi cepat lemas dan lelah dan menyiapkan makanan vegetarian itu repot, rasanya hambar, dan tidak banyak variasi, lansia pun mulai bertanya-tanya, apakah sehat menjadi vegetarian.

Sebelum mengupas lebih dalam kontroversial diatas, sebaiknya kita tahu dulu apa sebenarnya defenisi lansia dan vegetarian. Secara umum, lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun keatas. Menurut Durmin (1992), lansia dibagi atas young elderly (65-74 tahun) dan older elderly (75 tahun). Sementara menurut Munro dkk. (1987), older elderly dibagi lagi atas usia 75-84 tahun dan 85 tahun.  Di Indonesia, M.Alwi Dahlan menyatakan bahwa orang dikatakan lansia jika berumur diatas 60 tahun. Namun, jika mengacu pada usia pensiun, lansia adalah mereka yang telah berusia diatas 56 tahun.  Dari pengelompokan ini, terdapat istilah Lansia Risiko Tinggi ( High Risk Elderly ) dengan ciri-ciri yaitu, usia diatas 80 tahun, hidup sendiri, depresi, gangguan intelektual, jatuh beberapa kali, inkontinensia urine, dan di masa lalu tidak dapat menyesuaikan diri. Dilihat dari aspek kesehatan, ada lansia yang tergolong sehat dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurusi diri sendiri, sementara sebagian lain sangat tergantung pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan gizi bagi lansia yang sehat dan aktif tidak berbeda dengan orang dewasa sehat.

Sementara itu, vegetarian dikenal sebagai orang dengan pola makan yang unik karena hampir seluruh makanannya berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur, buah, padi-padian, dan kacang-kacangan. Didefinisikan berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi dan dipantang dalam pola makan sehari-harinya, vegetarian dibedakan atas tiga tipe, yaitu vegan, lacto-vegetarian,dan lacto-ovo-vegetarian. Seorang vegan, atau vegetarian murni/ total hanya mengkonsumsi makanan dari tumbuhan dan sama sekali tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari binatang termasuk daging, ayam, ikan, susu, telur, dan seafood. Sementara itu, lacto-vegetarian didefinisikan tipe vegetarian yang juga mengkonsumsi susu dan produk olahan susu seperti keju dan yogurt dalam keseharian, tetapi tidak mengkonsumsi daging sapi, daging kambing, ayam, ikan, telur, dan seafood. Terakhir, vegetarian lacto-ovo adalah vegetarian yang mengkonsumsi makanan nabati, susu, dan telur untuk makanan sehari-hari dan tetap tidak mengkonsumsi daging sapi, daging kambing, ayam, ikan, dan seafood. Jadi, vegetarian bukan tidak memperoleh nutrisi seperti protein, lemak, kolesterol, dan nutrisi lain yang dibutuhkan (yang biasa terkandung pada makanan hewani), melainkan vegetarian memperoleh protein, lemak, kolesterol dan nutrisi lain dari makanan nabati yang dikonsumsi, susu, dan olahannya

Menariknya, jumlah penganut vegetarian  secara umum di dunia maupun di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Hasil survei tahun 1997 melaporkan 1% penduduk Amerika Serikat adalah vegetarian. Angka ini meningkat menjadi 2,5% pada tahun 2000 dan 2,8% pada tahun 2003. Penduduk Inggris dengan pola vegetarian sebanyak 3% pada tahun 1987 dan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 1997 menjadi 5,4%. Newspoll Survey pada tahun 2000 melaporkan terdapat 2% penduduk Australia vegetarian dan 18% penduduk lebih menyukai makanan vegetarian. Sementara itu di India, tahun 2003, terdapat lebih dari 50% penduduk adalah vegetarian. Di Indonesia sendiri, jumlah penganut vegetarian juga mengalami peningkatan. Jumlah vegetarian yang terdaftar di Indonesia Vegetarain Society (IVS) saat berdiri tahun 1998 adalah sekitar 5000 anggota dan meningkat menjadi 60.000 anggota pada tahun 2007. Angka ini merupakan sebagian kecil dari jumlah vegetarian yang sesungguhnya karena tidak semua vegetarian mendaftar menjadi anggota (Kusharisupeni, 2010).

Berdasarkan data diatas, peningkatan penganut vegetarian tentu diikuti oleh faktor-faktor pendukung berupa alasan-alasan memilih menjadi vegetarian. Khusus bagi lansia, alasan menjadi vegetarian dapat dilihat dari alasan fisiologis tubuh, alasan kesehatan, alasan lingkungan, alasan finansial dan alasan spiritual.

Pertama, alasan fisiologis tubuh. Lansia identik dengan penurunan fisiologis saluran cerna. Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gizi, gusi, dan ludah berupa tanggalnya gigi dan infeksi gusi yang menimbulkan kesulitan dalam mengunyah dan menghancur makanan utuh seperti daging, kacang, dll, dan sekresi ludah berkurang sampai kira-kira 75 %  yang menimbulkan ketidakoptimalan metabolisme makanan. Motilitas lambung menurun hingga pengosongan lambung menjadi lebih lambat dan kurangnya epitel lambung akan menyebabkan peningkatan pH lambung yang akan menurunkan absorbsi besi, kalsium, vitamin B-6, B-12, dan folat, serta menyebabkan pertumbuhan bakteri pada usus halus. Terdapat penurunan ukuran kemampuan fungsional lever seperti fungsi enzim sitokrom 450 dan sintesis albumin pada lansia yang akan menyebabkan metabolisme kolesterol dan vitamin kurang efesien. Beberapa fakta fisiologis diatas mengilhami lansia memilih menjadi vegetarian. Makanan vegetarian terutama sayur dan buah-buahan mudah untuk dilumat dan dihancurkan didalam mulut. Bahkan, dengan penyajian makanan nabati dalam bentuk mudah lumat dan cair pun dapat melewati mulut dengan mudah dan membantu mencegah konstipasi. Pola makan vegetarian yang identik dengan kecenderungan mengkonsumsi sayur, buah, dan makanan nabati juga meningkatkan frekuensi konsumsi besi, kalsium, vitamin B-6, B-12, dan folat. Penurunan konsumsi makanan yang mengandung kolesterol pada vegetarian juga bisa dikaitkan dengan fenomena kurang efisiennya metabolisme kolesterol di hati sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya diatas.

Kedua, alasan kesehatan. Alasan ini merupakan salah satu alasan lansia memilih vegetarian menjadi gaya hidup karena dengan menjadi vegetarian, dapat mengurangi risiko penyakit ringan seperti konstipasi. Konsumsi lemak nabati pada vegetarian dengan kandungan yang tidak berlebihan dibandingkan dengan mengkonsumsi lemak hewani dapat menghindari potensi obesitas, hipertensi, jantung koroner, kanker, stroke, osteoporosis yang identik dengan lemak dan kolesterol berlebih.

Ketiga, alasan lingkungan. Alasan lingkungan ini berhubungan dengan tujuan untuk konservasi energi, air, tanah, dan tanaman sehingga ekologi tetap terjaga. Peningkatan penyediaan sayuran, buah, dan makanan nabati juga berkaitan dengan penghijauan menuju pencegahan global warming. Keempat, alasan finansial. Biaya hidup vegetarian cenderung lebih murah dan hemat karena harga bahan pangan nabati relatif jauh lebih murah dan terjangkau dibandingkan daging. Di Inggris, premi asuransi untuk orang yang menjadi vegetarian lebih kecil dibanding orang non-vegetarian karena para vegetarian ini memiliki resiko terkena penyakit jantung yang lebih rendah daripada para pemakan daging. Bagi lansia yang tergolong hidup pas-pas, menjadi vegetarian dapat membantu memenuhi nutrisi sesuai kebutuhan. Terakhir, alasan spiritual. Ada beberapa agama di dunia yang menganjurkan umatnya untuk menjadi seorang vegetarian seperti Hindu dan Budha. Ajaran agama ini tidak memperbolehkan seseorang untuk membunuh makhluk yang bernyawa untuk alasan apapun, apalagi untuk kepentingan orang yang bersangkutan.

Memilih menjadi vegetarian memang tidak terlepas dari berbagai alasan diatas. Namun, memilih menjadi vegetarian pun memberikan keuntungan. Berbagai penelitian berusaha mengungkap tabir manfaat vegetarian terhadap kesehatan terutama bagi lansia. Data-data menunjukkan bahwa orang dengan pola makan vegetarian umumnya lebih sehat dan berumur panjang dibanding mereka yang non vegetarian. Sebagai contohnya, penelitian pada tahun 2009 di bulan Maret oleh The American Dietetic Association pada lebih dari 500.000 orang-orang yang berusia 50-71 tahun di Amerika dan didapati bahwa orang-orang dewasa yang mengonsumsi paling banyak daging merah lebih berkemungkinan untuk meninggal dalam waktu lebih dari 10 tahun lebih cepat daripada mereka yang paling sedikit mengonsumsi daging merah, kebanyakan karena penyakit kardiovaskular dan kanker (Ltaminsyah, 2009). Apalagi bagi mereka yang mengurangi konsumsi daging merah dan menggantinya dengan mengkonsumsi makanan nabati. Para peneliti  menunjukkan  bahwa vegetarian mungkin memiliki risiko terkena osteoporosis lebih rendah dibandingkan non-vegetarian. Hal ini dibuktikan pada wanita berusia lanjut yang memiliki rasio konsumsi protein hewani lebih tinggi dibandingkan protein nabati, mengalami kehilangan kalsium pada tulang leher lebih cepat dan memiliki risiko patah tulang lebih tinggi dibandingkan wanita lanjut usia yang konsumsi protein hewaninya lebih rendah. Bahkan, Para peneliti di Loma Linda University di Loma Linda, California melakukan studi yang  melibatkan 23 vegetarian dan 14 non-vegetarian perempuan yang berusia antara 65-80 tahun, dan merupakan Advent (aliran Protestan yang mendorong anggotanya untuk menjadi vegetarian). Kabar baiknya adalah bahwa ibu vegetarian umumnya makan makanan lebih sehat dari pada ibu-non vegetarian berupa karbohidrat, makanan berserat, dan sedikit lemak, kolesterol dan kafein. Diet mereka lebih sesuai dengan pedoman gizi yang ditetapkan oleh American Heart Association dan National Cancer Institute, dan mereka memiliki tingkat lebih rendah glukosa dan kolesterol dalam darah mereka.

Mengingat tak semua hal selalu positif, lansia yang menjadi vegetarian pun sering dituding dan ditemukan mengalami malnutrisimisalnyakekurangan protein, zatbesi, dan vitamin B12. Hal ini terutama disebabkan kurangnya pengetahuan lansia mengenai kebutuhan nutrisi lansia yang sehat dan kurang sesuainya konsumsi makanan dengan kebutuhan nutrisi lansia.  Pengetahuan yang besar terhadap pola makan vegetarian yang sehat dan penyanjian makanan yang sesuai kebutuhan dapat menghindari kondisi malnutrisi yang tidak diinginkan ini. Baik menjadi vegan, lacto-vegetarian, maupun lacto-ovo-vegetarian, seorang lansia dan keluarga lansia harus memperhatikan setiap kandungan makanan yang dikonsumsi, apakah telah memenuhi batas AKG (Angka Kecukupan Gizi) lansia. Lansia atau keluarga dapat membandingkan kandungan gizi masing-masing buah, sayuran, makanan nabati, dan makanan lain yang dikonsumsi lansia dengan tabel besaran kebutuhan zat gizi pada lansia dibawah ini :



Tabel Besaran Kebutuhan Zat Gizi pada Lansia

Sumber : “ Meeting the nutritional needs for older person”. WHO 2002

Jenis Gizi
Besaran
Energi
Protein
Lemak
Lemakjenuh
Air
Kalsium
Besi
Tambaga
Chromium
Magnesium
Selenium
Asamfolat
Seng
Vitamin A
Riboflavin
Vitamin B12
Vitamin C
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
1,4-1,8 kali BMR
0,9-1,1 g/kg BB/hari
30%-35%
£ 8 %
30 cc/kgBB/hari
800-1200 mg/hari
10 mg/hari
1,3-1,5 mg/hari
50 µg /hari
225-180 mg/hari
50-70 µg/hari
400 µg/hari
4,2-14,0 mg/hari (pria), 3,0-9,8 mg/hari (wanita)
700 µg RE/hari (pria), 800 µg RE/hari (wanita)
1,3 mg/hari (pria), 1,1 mg/hari (wanita)
2,5 bg/hari
60-100 mg/hari
10-20 bg/hari
100-400 IU/hari
60 – 90 mg/hari



Berdasarkan uraian diatas, masihkah lansia beranggapan bahwa menjadi vegetarian itu tidak sehat. Belum tentu. Malnutrisi yang timbul akibat memilih menjadi vegetarian dapat terjadi akibat kurang cerdasnya lansia dalam mengoptimalkan pola makan sesuai kebutuhan gizi. Sebaliknya, Lansia yang cerdas dalam mengoptimalkan pola makan sesuai kebutuhan gizi akan merauk keuntungan-keuntungan  sesuai keinginan antara lain : menjadi sehat dan hemat.

Sekali lagi, Memilih menjadi vegetarian bagi lansia tentu memerlukan banyak dukungan selain keinginan nurani lansia itu sendiri. Dukungan keluarga menjadi hal yang sangat penting karena kebanyakan kondisi lansia yang kurang fit dalam menyiapkan makanan sehari-hari, menurunnya kekuatan tubuh, dan melemahnya daya tahan tubuh karena mengidap penyakit. Keluarga yang cerdas tentu tak ingin melihat nenek atau kakeknya hanya terbujur lemah di kamar karena penyakit kronis atau degeneratif merenggut hari tuanya. Bahkan dengan memperhatikan pola makan lansia, keluarga dapat meningkatkan rasa terimakasih dan kasih sayang terhadap lansia. Keluarga yang mungkin memiliki kesibukan pun tak perlu cemas harus meluangkan banyak waktu. Restoran-restoran vegetarian pun telah banyak menjamur dengan penawaran yang relatif murah. Namun, untuk keluarga yang memiliki cukup waktu luang, buku-buku tentang penyajian makanan vegetarian yang sehat, enak, dan bervariasi telah banyak beredar. Lebih-lebih, bagi keluarga dengan ekonomi pas-pasan, penyajian sayur, buah, dan makanan nabati yang lebih terjangkau dapat mendukung faktor ekonomi keluarga. Tak kalah penting, dukungan masyarakat dan pemerintah pun dapat mengambil andil. Optimalisasi mata pencarian masyarakat Indonesia yang cenderung mengolah lahan dengan menanam sayur, buah-buahan, dan berkebun dapat meningkatkan penyediaan makanan vegetarian dipasaran. Dukungan pemerintah terhadap optimalisasi mata pencarian ini pun perlu ditingkatkan seperti peningkatan pengetahuan teknologi pangan yang sehat dan cerdas, dan pemanfaatan lahan tidur. Bahkan, Pemerintah pun dapat mendukung pengusaha-pengusaha restoran vegetarian dalam mengoptimalkan fungsinya dan penyebarannya diseluruh penjuru.



DAFTAR PUSTAKA



Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Darmojo, R. Boedhi dan Martono, H. Hadi. 2009. Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Maas, LT. 2011. Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Gambaran Masyarakat”.”http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22426/5/Chapter%20I.pdf” (diakses tanggal 31 Mei 2012).

Muhammad, H.F.L dan Oktaviani H, Prima. 2010. Bebas Kanker Tanpa Daging. Yogyakarta : Penerbit Jogja GREAT! Publisher.

Susianto. Widjaja, Hendry dan Mailoa, Helda. 2008. Diet Enak Ala Vegetarian. Jakarta : Penebar Plus.

__________ . 2012. “Seputar Vegetarian”.” http://kesehatanvegan.com/perihal-3/tenatang-vegetarian/” (diakses tanggal 30 Mei 2012).



Biografi Singkat Penulis


Essai LANSIA : MENJADI VEGETARIAN, SEHATKAH? adalah essai pertama Nurfazlina yang berbau kesehatan. Ia dilahirkan di Baso, Kabupaten Agam, Sumatra Barat pada 10 Februari 1992. Kental dengan darah Minang, Perempuan yang biasa dipanggil “Alin” ini bersekolah di TK Tunas Harapan, SD N 10 Sei Cubadak, SMP N 1 Candung, dan SMA N 1 IV Angkek. Saat ini, Ia adalah mahasiswi prodi Pendidikan Dokter Angkatan 2011, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Berawal dari keinginan dan dorongan hati untuk belajar menulis karya ilmiah  dalam pengembangan bakat KIR (Karya Ilmiah Remaja) SMA N 1 IV Angkek, Ia pun mencoba dan menulis walaupun jarang yang terselesaikan. Ia pernah mencoba menulis KIR mengenai Global Warming. Namun, ia pun gagal menyelesaikannya dan tidak menemukan ide yang out of the box. Kali ini, dengan optimisme yang meluap, Ia mencoba mengungkap tabir pola makan lansia, yang menjadi kontroversial saat ini : menjadi vegetarian.

Awalnya, Ia mengetahui tentang rangkaian lomba Temilnas terutama essai saat BBMK yang dilaksanakan MRC (Medicalstudent Research Centre) BEM KM FK Unand. Kemudian, berkat bergabung dengan organisasi ini bulan mei 2012, ia pun mendapat info lomba Temilnas 2012 yang dilaksanakan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tidak hanya itu, sesama anggota MRC pun saling sharing  dalam hal penulisan essai yang baik, benar, dan kreatif. Hal ini meyakinkannya untuk membayar pendaftaran melalui Bank Syariah Mandiri dan akhirnya ia pun mengirimkan naskah essai yang berjudul LANSIA : MENJADI VEGETARIAN, SEHATKAH? tepat pada rentang waktu yang diberikan.
Sejak kecil Nurfazlina memang bercita-cita menjadi seorang dokter. Kesempatan untuk menuntut ilmu di kampus kedokteran tidak ia sia-siakan hanya dengan fokus pada prestasi akademik saja, tetapi ia ingin lebih dari itu, ia ingin menjadi mahasiswa yang kreatif, peka dalam dunia kesehatan yang sedang trend, dan berkarya dalam ilmiah. Menuliskan essai ini adalah langkah awal walaupun masih jauh dari kesempurnaan.

Entri Terbaru

Tokoh Indonesia dan Nilai Berakhlak