Selasa, 07 Juni 2016

Bismillaah.. Neuro..

Bismillaah...
Bismillaah...
Bismillaah...

Berulang kali ku berucap, dalam cemas, dalam takut, dalam was was...

Mengapa?

Karena kali ini adalah tentang NEURO
siklus yang katanya paling berat, dan aku harus menjalaninya di sepanjang ramadhanku. kuatkanlah aku Ya Allah..
siklus yang kata segelintir orang bisa dapat A, tapi segelintir orang pun tidak lulus mungkin karena OSCE, karena ATTITUDE, dll.. dan aku menjalaninya di siklus-siklus akhirku, mulai abulia.
siklus yang banyak order KI, lelah... katanya interne + anak versi kecil, Astaghfirullaah.. Ampuni hamba Ya Allah. Akankah aku kuat menjalaninya di bulan puasa ini.
Siklus yang...

Aku tak bisa berucap lagi.
Aku memang mengeluh, Astaghfirullaah..
Tapi apalah daya,
Aku kali ini lebih suka berpasrah. Karena ketika berpasrah aku akan ikhlas dan yakin akan pertolonganNya.
Hanya itu.

Kamis, 02 Juni 2016

Menyambut Ramadhan

Kali ini tentang datangnya bulan yang dinanti-nanti umat islam, bulan penuh berkah, penuh ampunan. Ternyata H min 3.

Akhir-akhir ini aku disibukkan oleh ujian siklus jiwa dan pikiran-pikiran tentang menjalani siklus neuro di bulan ramadhan hingga harunya bulan ramadhan dirasa berkurang dan mengambang di udara.

Namun, ada segelintir orang, disebuah bangsal yang baru satu bulan ini ku kenal, setiap hari senantiasa mengingatkan ku tentang ramadhan.

Pertama... seorang laki-laki, usia 19 tahun, dengan kepala yang plontos (gundul), wajah datar, setiap kali aku berkunjung dan datang dia akan berkata “wak 7 hari lai pulang yo buk, wak puaso dirumah?” aku akan menjawab dengan baik “iyo, wak caliak perkembangan “I” dulu yo” . Ia akan diam mendengar jawabanku, lalu pergi, berlalu, dan menuju petugas lain dan berkata hal yang sama. Esok harinya pun demikian. Setiap kali aku datang. Sosok ini akan kembali berkata “wak 6 hari lai pulang yo buk. wak puaso dirumah”. aku akan mencoba menjawab dengan baik tanpa menyakiti hatinya atau memberi janji. “Siapo mangicek an samo “I” kalau 6 hari lai pulang?” Dia akan tetap menjawab “wak 6 hari lai pulang yo buk. wak puaso dirumah”. Dan aku akan mengakhiri dengan “iyo, wak caliak perkembangan “I” lu yo. rajin makan ubek yo”. Dia akan pergi, berlalu, dengan muka datar. Aku pertama kali mengenal sosok I ketika I datang bersama ayah dan ibunya ke IGD. Berdasarkan anamnesis dari keluarga. Sebut saja namanya “I”, marah-marah dan memukul orang tuanya (ibunya) satu hari sebelum datang ke RS, terdapat riwayat kecelakaan lebih kurang delapan bulan yang lalu, tidak sadarkan diri, kejang, dan dirawat di sebuah RS. Pasien pun dikenal menderita epilepsi dan mendapat obat epilepsi. Terakhir kejang dua bulan yang lalu. Ketika ditanya saat datang ke IGD kepada “I” : “Baa kok I sampai dibao ka siko”, I menjawab : “suntik mati selah wak lai buk”. Sosok ini mengingatkanku pada adik dirumah. Memang umur antara mereka berdua beda 5 tahun. Tetapi ketika melihat wajah I, entah mengapa jadi ingat adik laki-lakiku dirumah. Semoga Allah senantiasa menjaganya. “Cepat sembuh ya I". Ingin sekali aku bercerita dengan I, tetapi setiap kali ditanya, dia akan menjawab sedikit atau hanya diam, pergi berlalu, tidak bisa duduk tenang, tidak bisa diam, suka berpindah-pindah, tidak peduli dengan lingkungan sekitar.

Kedua... seorang laki-laki, 23 tahun. Aku mulai mengenalnya ketika pertama kali memasuki bangsal ini. Aku memilihnya untuk mejadi salah satu pasien yang di follow up. Pertama kali bertemu ia suka senyum dengan wajah polosnya. Satu minggu terakhir aku memilihnya untuk menjadi pasien ujian karena berdomisili di daerah Padang. Akupun mulai berkenalan dengannya, menanyakan kabar, sejak kapan dirawat, kenapa bisa dirawat, dll. Sosok ini akan menjawab sekedarnya. Raut wajahnya tampak kosong dan sendu. Aku hanya mendapat sedikit informasi ketika mengobrol dengannya, mungkin karena tidak seperti pasien lain yang banyak bicara, ia hanya sedikit berbicara. Ketika akan ujian, aku pun home visite kerumahnya. Siang hari, usai post dinas malam dan paginya masih mewawancarai G(sebut saja nama sosok ini G), aku bersama seorang teman berkunjung kerumahnya. Walau awalnya tersesat, aku pun sampai dirumah G ketika maghrib. Aku pun agak terkejut, yang ku jumpai adalah sebuah rumah kecil dengan kedai di bagian depannya, ada seorang laki-laki usia 60 an (ayah G), perempuan usia 50an (ibu tiri G), dan dua orang anak laki-laki (adik tiri G). Aku pun mulai berkenalan dengan mereka. Kami pun mengobrol tentang G, mulai dari kenapa ia bisa dirawat di RS, awal pertama sakitnya, dan semua tentang G. Obrolan dan wawancara pun selesai. Aku pun pamit pulang. Ketika di angkot pulang menuju kos. aku berpikir. Aku bersyukur misi ku terselesaikan, keluarga G welcome. Namun, aku kemudian tertegun dan terharu. Bagaimana tidak. Sosok G yang baru ku kenal ternyata adalah seorang anak yang sudah ditinggal ibu kandung nya sejak usia 6 tahun. Ibunya meninggal dunia dan ia pun tinggal bersama "etek"nya. ketika kecil, G dikenal sebagai sosok baik, patuh, pintar, tetapi pendiam dan tertutup. Ketika SMP, ia mengeluhkan "takut-takut" dan sering mimpi buruk dan melihat bayangan ibu kandungnya datang kepadanya. "etek" nya pun membawanya ke puskesmas. Di puskesmas ia mendapat obat yang hanya dapat dibeli di apotik diluar puskesmas. Ketika kelas 1 SMA, G ingin masuk SMK jurusan penjualan. Namun, ketika mendaftar, G terlambat dan sang ayah pun mengatakan "untuk apa sekolah jurusan penjualan, jualan aja lah di pasar". Akhirnya G melanjutkan sekolah ke SMA swasta. Ketika kelas 3 SMA, G ingin mempunyai motor, tetapi ia takut mengatakan kepada ayahnya, Ia hanya diam dan bermenung. Pernah suatu kali mencoba meminta, tetapi tak kunjung dikabulkan. G pun pergi ke Pulau bersama teman SMA dan guru komputer untuk acara sekolah. Sepulang dari Pulau, G demam dan menggigil, makan obat yang dibeli di warung, dan berobat tradisional. G merasa baikan, tetapi malas pergi ke sekolah. Ayahnya menyuruh ke sekolah, G tetap naik angkot ke sekolah, tetapi tidak menuju sekolah melainkan ketempat lain yang tidak tentu arah. G mulai bingung-bingung. G sering mondar-mandir dirumah, dan bertingkah aneh. Dia pun dirawat. Ini cerita untuk pertama kalinya dirawat dibangsal ini. Kedua kalinya dia dirawat karena memanjat tiang listrik, kesetrum, dan dibawa ke RS, dan ketiga kalinya (saat ini) dibawa ke RS karena marah dan memukul pintu yang diawali menung-menung dan malas beraktivitas. Dua bulan sebelum masuk RS (saat ini) nenek G yang dicintainya meninggal dunia, dia sedih dan menung-menung. Mmm... inilah serangkaian kisah G yang ku dapatkan dari cerita G sendiri dan ayah kandungnya. Tadi pagi ketika ku temui G, ia tampak sendu, malas bergerak, mudah lelah, suka membaringkan diri dilantai bangsal dan tidur-tiduran. Ketika ditanya, dia mengatakan tubuhnya kembali kaku. Kemaren sudah di beri THP. Aku pun bertanya bagaimana perasaannya hari ini, dia menjawab senang dan baik. Namun, dari raut wajahnya sepertinya berkata lain. Dia ingin cepat pulang, puasa dirumah bersama ayah, ibu, dan adiknya dan kembali bekerja ke pasar, "manggarobak"an barang-barang. Dia pun menambahkan akan berjualan cendol karena kebetulan mau bulan puasa. Aku pun berpesan, agar dia bersemangat, senantiasa bertanya padanya apa ada yang ingin dia ceritakan walau selalu jawabanya adalah "tidak ada" dan mengingatkannya untuk patuh minum obat.

Ketiga... seorang laki-laki, kira-kira 45 tahun. Sebut saja Tn. E. Sosok ini berbeda dari dua sosok diatas. Tn E adalah sosok yang cerewet walau bicaranya kacau, suka tertawa disetiap akhir ceritanya, tetapi dia baik, sopan, dan ramah. Setiap kali bertemu dan mengobrol, selalu bersemangat. Kadang kami bercerita tentang hal-hal dengan topik yang melompat-melompat. Tn E sering mengujiku tentang ilmu matematika, ilmu fisika, ilmu bahasa asing, dll. Alkisah, beliau pernah bercerita bahwa dulunya beliau waktu SMP adalah sosok paling pintar di Kabupatennya. Ketika melanjutkan SMA, beliau dan keluarga memutuskan untuk melanjutkan di kota besar (Padang). Namun, karena banyaknya saingan, beliau tidak lagi menjadi terbaik di sekolahnya (SMA), beliau pun mulai mengalami gangguan jiwa. Beliau juga pernah bercerita bahwa beliau masuk kuliah perikanan di Pekanbaru kemudian dijodohkan oleh keluarga. Mmm cerita yang rumit. Ketika ditanya, bagaiman perasaan Tn E ketika akan masuk bulan puasa. Tn E pun menjawab bahwa dia tidak ingin pulang dan ingin tinggal di bangsal ini saja. Saya pun bertanya kenapa. Beliau hanya berkata "dirumah beko eboh-eboh lo, banyak yang batangka ka bulan puaso ko, manantuan bulan, hahahaha". Saya pun ikut tertawa.

Mmm... demikianlah cerita segelintir orang yang mengingatkanku tentang ramadhan yang datang sebentar lagi. Aku bersyukur masih dapat menyambut ramadhan dengan kondisi "baik", "sehat", sehat jasmani dan rohani, sehat jiwa dan raga. Namun, segelintir orang disana, dibangsal itu, jiwanya sedang tidak sehat. Hikmahnya, aku bersyukur dan senantiasa memanfaatkan ramadhan kali ini untuk memperoleh pahala, ampunan, berkah hingga fitrah.Aamin

Entri Terbaru

Tokoh Indonesia dan Nilai Berakhlak