Sabtu, 30 November 2013

Tulisanku : Ketika Sosok Itu Menjadi Sorotan Tajam

oleh : Nurfazlina

Ketika sosok itu menjadi sorotan tajam, apa kabar dengan impian yang kau anggap mulia itu dan akan menjadi jatidirimu kelak? apa kabar dengan persiapanmu menggambarkan sosok itu didalam dirimu?  apakah ia masih terlihat sebagai tantangan?

Sungguh, tulisan ini bukan ingin membela diri atau menyanjung diri dengan profesi yang mungkin akan kugeluti kelak. Sekali lagi bukan. Menurutku, kemuliaan itu bukan dari profesi, bukan dari status, tapi dari bagaimana kamu menjadi profesikan status itu menjadi sosok yang mulia dan “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat[49]:13)

Ketika beberappa mengusut masalah malpraktek, ketidakprofesionalitasan, materialistik, hati nurani, dll, disisi lain, beberapa mempertanyakan bagaimana pengorbanan mereka yang ditempatkan ditempat terpencil. Ya, selalu ada negatif diantara positif dan begitu pula sebalik.

Mulia? Sempurna? apakah didunia ini ada yang bisa dikatakan sempurna dan apakah ada yang tidak pernah berbuat salah.Sosok ini bukanlah kaki tangan Tuhan atau yang sedari dulu dikatakan dewa bagi bangsa sebelum masehi, ia juga hamba-Nya yang berusaha beribadah padaNya, belajar, mengamalkannya, dan senantiasa berharap pertolonganNya.

Aku, kamu, atau kita mungkin akan mempertanyakan lagi tentang apakah atau bagaimana sosok ini. Namun, yang terpenting untukku atau untukmu yang mungkin akan menjadi sosok ini, apakah itu adalah apakah aku pantas menjadi sosok ini dan bagaimana itu adalah bagaimanakah persiapanku yang mungkin kelak akan menjadi sosok ini.

Awalnya, memang senang, atau mungkin ada yang bangga diberi kesempatan untuk berasa dibarisan yang dipersiapkan menjadi sosoknya kelak. Namun, disisi lain, ada yang sedih, menangis, meraung betapa beratnya perjuangan mejadi sosok ini dan betapa kompleksnya tuntutan menjadi sosok ini.

Kemudian, seiring waktu, rasa senang dan bangga itu hilang oleh beban yang dipikulkan dipundak. Namun, rasa sedih dan takut itu hilang oleh kekaguman dan kenikmatan menimba ilmu yang menjadikanku berdecak kagum pada Sang Pencipta. Selalu ada positif diantara negatif dan sebaliknya. Itulah yang membuat aku, kamu, kami, atau kita mencoba untuk bertahan sembari memperbaiki diri dan melakukan yang terbaik.

Akhirnya, kita tak pernah tau apakah sosok itu akan berhasil digapai atau apakah sosok mungkin yang kau raih kelak adalah sosok yang memang diharapkan. Semua kembali pada niat yang tulus dan suci, dibarengi usaha yang lurus dan serius,dan tujuan yang baik.

Cayoo, Hamasah, introspeksi diri dan memperbaiki diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Terbaru

Tokoh Indonesia dan Nilai Berakhlak