Sabtu, 17 Desember 2011

Ibu, Jasamu Takkan Terbalas

oleh Nur Fazlina pada 17 Desember 2011 pukul 17:55

Selamat pagi ibu...
Apa kabar ibu...
Aku, anakmu, disini, baik-baik saja, aku hanya cemas magh ibu kambuh lagi atau air mata ibu jatuh lagi dipagi ini karena kangen aku, karena ulahku, atau karena peliknya hidup. Aku hanya selalu berdo’a pada-Nya, ibu disana baik-baik saja dan senantiasa dihiasi senyuman rindu yang membahana. Akupun disini sama, senyuman ibu dan harapan ibu selalu terbayang dalam mejalani hari-hari menuntut ilmu.
Ibu, kali ini aku menulis surat yang pertama untuk ibu dalam senyuman dan hiasan bahagia. Aku selalu berharap ibu akan membacanya dalam nuansa haru. Bahkan,Aku seakan melihat sosokmu berada didepanku, tersenyum, memelukku dikala malam yang dingin, me”ninabobo”kanku dikala malam semakin gelap, menyuapiku makan dikala sakit dan memarahiku karena aku ceroboh atau malas.
Ibu, kala jauh, kala sosokmu begitu jauh, Aku teringat jasa dan kebaikan hatimu. Walau aku telah lupa dan berpura-pura lupa, tetapi terimakasih terdalam atas semua yang telah engkau beri. Aku lupa bahwa dulu aku tak bisa apa-apa tanpamu, tak bisa makan sendiri, tak bisa mandi sendiri, dan tak bisa jalan sendiri. Namun, aku tetap tumbuh menjadi dewasa seperti sekarang ini. Aku lupa bahwa dulu ketika aku lapar, kau menyusuiku, menyuapiku, memberi bubur tim kesukaanku, mengajariku jalan, dan menggondongku hingga pinggangmu sakit. Bahkan aku lupa bahwa ketika ku masih berada didalam rahimmu, aku suka menendang perutmu hingga sakit, tumbuh dan menambah masa tubuhmu. Terima kasih ibu.
 
Ibu, kala jauh, kala sosokmu semakin jauh, Aku tersadar bahwa aku telah tumbuh dewasa bahkan ukuran tubuhku telah melebihi ukuran tubuhmu. Aku memang telah bisa makan sendiri, berjalan sendiri, mandi sendiri, melakukan aktivitas sebagai ‘manusia’ sendiri, dan telah menduduki bangku pendidikan melebihi yang pernah kau terima dulu. Itu semua berkatmu ibu, aku melihat semua jasamu yang selalu ada, tumbuh subur dihatiku. Namun, aku tetap seperti dulu, seorang anak yang lemah tanpa ibu dan seorang anak yang rindu belaian kasih ibu. Hanya saja, kali ini aku berusaha membalas jasamu walau takkan terbalas. Aku berusaha menjadi anak yang membanggakanmu walau kau lah orang yang paling ku banggakan. Aku berusaha menjadi anak yang begitu menghargaimu walau kau lah orang yang paling ku hargai.
Ibu, entah kenapa tiba-tiba saja air menetes dipipiku. Aku takut jika aku pulang tak ku lihat lagi raut wajah pilumu. Aku takut ketika pulang tak ku temui lagi tubuh dan pelukan hangatmu. Aku takut ketika pulang tak ada lagi marah dan nasehat terdengar dari bibirmu. Aku takut ketika aku pulang tak ada lagi tangan yang akan mengusap kepalaku dan me”ninabobo”kanku di kala malam mencekam dan tak ada lagi tangan yang ku cium untuk berpamitan. Aku takut ketika aku pulang yang ku temui hanya sesosok tubuh terbujur kaku dalam balutan kain putih. Sungguh, Aku takut, aku sayang ibu dan aku rindu ibu. 
Ibu, kala jauh, aku mendekat padamu melalui hati pada penciptaku agar Dia menjagamu dan mencintaimu melebihi cintamu padaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Terbaru

Tokoh Indonesia dan Nilai Berakhlak