(Esai Ilmiah Ismi Ali 2 Tingkat Mahasiswa)
oleh Nurfazlina dan Esha
Almara,
FK
Unand
Dalam presfektif islam, penggunaan kontrasepsi merupakan
bagian dari kajian permasalahan
kesehatan reproduksi. Salah satu
diantaranya adalah vasektomi dan tubektomi. Sehubungan
dengan itu, akhir-akhir ini permasalahan ‘boleh’ atau ‘tidak’(haram)nya tindakan vasektomi dan
tubektomi menjadi topik yang hangat untuk diperbincangkan dan dipertanyakan
oleh kalangan ilmuan islam dan para ulama. Fatwa MUI pada tahun 1979 yang
dikukuhkan pada Ijtima’ Ulama Komisi
Fatwa Se-Indonesia ke-III tahun 2009 mengharamkan vasektomi dan tubektomi
dengan menegaskan : pemandulan dilarang oleh agama, vasektomi dan tubektomi
adalah salah satu bentuk pemandulan, dan di Indonesia belum ada yang
membuktikan bahwa vasektomi dan tubektomi dapat menimbulkan kemandulan yang
bersifat sementara. Seiring perkembangan zaman, saat ini ada yang membolehkan
vasektomi dan tubektomi dengan alasan ditemukannya teknologi yang dapat
mengobati kemandulan akibat tindakan tersebut, sehingga menurut pendapat ini,
alasan hukum (’illah) keharaman vasektomi dan tubektomi, yakni pemandulan
tetap, dapat dihilangkan dan hukumnya menjadi boleh (mubah). Perbedaan pendapat dalam hal hukum vasektomi
dan tubektomi ini memicu pertanyaan masyarakat muslim maupun ilmuan islam : vasektomi
dan tubektomi itu haram atau boleh?[1]
Sebelum menjawab keraguan diatas, alangkah baiknya
kita mengetahui dan memahami terlebih dahulu apa itu kotrasepsi, vasektomi,
tubektomi, serta konsep boleh dan haramnya
tindakan tersebut (dalam hukum islam). Kontrasepsi adalah
usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha ini dapat bersifat
permanen, dapat pula bersifat sementara. Vasektomi adalah tindakan[2] [3]memotong/mengikat
saluran sperma yang menghubungkan buah zakar dengan kantong sperma, sehingga
tidak dijumpai lagi bibit dalam ejakulat seorang pria yang menyebabkan tidak
adanya sperma yang dapat
membuahi ovum. Sementara itu, tubektomi adalah pemotongan/pengikatan saluran
indung telur (tuba falopii) pada wanita yang
mengakibatkan sel telur tidak bisa memasuki rongga rahim untuk dibuahi,
sehingga tidak terjadi kehamilan dan berdampak kemadulan. Boleh (mubah) adalah
segala sesuatu atau perkara yang tidak menimbulkan dosa ataupun pahala,
biasanya lebih bersifat keduniawian seperti makan, minum berlebih, belanja, bercanda, melamun,
dan sebagainya. Haram berarti segala sesuatu yang dilarang oleh syara’ (hukum
Islam), jika hal
tersebut dilakukan akan menimbulkan dosa dan
jika ditinggalkan akan berpahala.2,3
Dalam dunia medis, tindakan vasektomi dan tubektomi
memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri seperti penggunaan alat kontrasenpi
lainnya. Dalam memilih alat kontrasepsi
yang sesuai, aman, dan lebih menguntungkan,
kita dapat melihatnya berdasarkan indikasi
dan kontraindikasinya
masing-masing. Indikasi dari vasektomi adalah pasangan suami-isteri yang tidak
menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia bahwa kontrasepsi dilakukan
pada dirinya. Sedangkan kontraindikasinya adalah ada kelainan lokal atau umum
yang dapat mengganggu sembuhnya luka operasi. Keuntungan dari vasektomi adalah tidak
menimbulkan kelainan fisik maupun mental, tidak mengganggu libido seksual, dan
keberhasilan biasanya 100% dan kerugiannya adalah dapat dianggap
reversible atau menimbulkan kemandulan permanen. Namun, seiring
perkembangan teknologi, ikatan ataupun potongan pada saluran sperma dapat
dibuka dan disambung lagi secara aman (rekanalisasi)
sehingga tidak lagi menimbulkan kemandulan permanen. Sementara itu,
indikasi tubektomi adalah wanita yang tidak ingin hamil baik karena keinginan
untuk tidak menambah keturunan maupun kondisi fisik yang tidak memungkinkan
untuk hamil. Sedangkan kontraindikasi, keuntungan, dan kerugian tubektomi
hampir sama dengan vasektomi, hanya saja dalam hal ini yang menjadi pasien
adalah istri dengan kesediaan dilakukan pada
dirinya.2
Berdasarkan penjabaran kalangan medis mengenai
pelaksaan vasektomi dan tubektomi dan dampak yang dihasilkannya diatas,
kalangan ulama mulai melirik pelaksaan vasektomi dan tubektomi dari presfektif
islam berupa analisis tinjauan hukum mengenai vasektomi dan tubektomi.
Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi berpendapat bahwa vasektomi dan
tubektomi hukumnya ‘haram’ karena berakibat pemandulan tetap. Hal ini
bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut Islam, yakni : perkawinan
laki-laki dan wanita selain bertujuan untuk
mendapatkan kebahagian sebagai pasangan suami isteri baik di dunia maupun di akhirat, juga
untuk mendapatkan keturunan yang sah, yang diharapkan menjadi anak yang
saleh sebagai penerus cita-citanya. Selain itu, apabila teknik ini dilakukan
berarti mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian
tubuh(saluran mani / telur) yang sehat dan berfungsi baik. Dalam proses
vasektomi dan tubektomipun berarti melihat aurat orang lain (aurat besar).
Namun, Selanjutnya Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi berpendapat “boleh” apabila suami
istri dalam keadaan yang sangat terpaksa (darurat / emergency), seperti
untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya
yang bakal lahir atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau
melahirkan bayi.[4]
Awalnya, fatwa
MUI pada tahun 1979 yang dikukuhkan pada
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia ke-III tahun 2009 mengharamkan
vasektomi dan tubektomi dengan menegaskan : pemandulan dilarang oleh agama,
vasektomi dan tubektomi adalah salah satu bentuk pemandulan, dan di Indonesia
belum ada yang membuktikan bahwa vasektomi dan tubektomi dapat menimbulkan
kemandulan yang bersifat sementara. Kemudian,
beberapa ulama
berpendapat bahwa dengan alasan terdapatnya
perkembangan teknologi dimana vasektomi dan tubektomi tidak menimbulkan
kemandulan permanen, hukum vasektomi dan tubektomi menjadi boleh (mubah) sesuai
dengan kaidah : “hukum sesuatu tergantung pada ada-tidaknya alasan hukumnya” dan
“hilangnya hukum
sesuatu disebabkan oleh hilangnya alasan hukum
(illah)nya.1
Menanggapi
pendapat beberapa ulama diatas, dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia
ke IV Masail Fiqhiyyah Mu’ashirah (Masalah Fikih Kontemporer) pada tahun
2012, diambil fatwa bahwa vasektomi asal
hukumnya haram,
kecuali: 1) untuk tujuan yang tidak menyalahi syari’at, 2) tidak menimbulkan
kemandulan permanen, 3) ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat
mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula, 4) tidak menimbulkan bahaya
(mudharat) bagi yang bersangkutan, dan/atau 5) tidak dimasukkan ke dalam
program dan methode kontrasepsi mantap. Kemudian, secara detail Fatwa MUI
mengenai hukum vasektomi dan tubektomi adalah. berdasarkan Pertama,
masalah cara kerjanya, apakah mencegah kehamilan (man’ul h}aml) atau
menggugurkan kehamilan (isqo>t al-h}aml). Kedua, sifatnya
apakah hanya pencegahan kehamilan sementara atau bersifat pemandulan permanen (ta’qi>m).
Ketiga, masalah pemasangannya, bagaimana dan siapa yang memasang alat
kontrasepsi tersebut, karena hal ini berkaitan dengan masalah hukum melihat
aurat orang lain. Keempat, implikasi alat kontrasepsi terhadap kesehatan
penggunanya. Kelima, masalah bahan yang digunakan untuk membuat alat
kontrasepsi tersebut.[5],[6]
Berdasarkan pendapat ulama dan fatwa diatas, dapat ditarik benang
merah bahwa vasektomi dan tubektomi dapat ‘diharamkan’ dan dapat ‘dibolehkan’.
Pertama, ‘diharamkan’. Vasektomi dan
tubektomi diharamkan dilihat dari tujuan, teknik, dan dampak. Tujuan yang
menyalahi syari’at seperti menghindari kehamilan karena merasa tidak ingin berketurunan,
merasa cukup dengan keturunan padahal masih mampu untuk berketurunan, ingin
bebas dalam melakukan perilaku
seksual bebas, dan lain-lain. Hal ini bertentangan dengan anjuran islam untuk
memperbanyak keturunan. Dari segi teknik, vasektomi dan tubektomi yang tidak
aman dan membahayakan
tubuh seperti kemandulan permanen dengan tidak ada indikasi medis dan mengubah ciptaan tuhan
dengan jalan memotongdan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi
(saluran mani/telur)., akan menjadi hal dilarang Allah dalam surat Al-Baqarah
ayat 195 yang artinya : “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam
kerusakan”. Vasektomi dan tubektomi akan menjadi haram apabila bisa berdampak
buruk bagi umat seperti melemahkan kaum muslimin dengan ancaman penurunan
jumlah kaum muslimin ataupun penurunan pertumbuhan kaum muslimin. Pengharaman
vasektomi dan tubektomi juga berkaitan tekniknya yang melihat aurat orang lain
(aurat besat) Seperti dalam hadis nabi :
لا ينظر الر جل الى عو رة الر جل ولا تنظرالمراة الى عورة
المراة ولايغض الرجل الى الرجل فى الثوب الواحد ولا تغض المراة الى المراة فى الثوب
الواحد
Artinya:
“Rasulullah saw bersabda, janganlah laki-laki mmelihat aurat laki-laki lain
dan janganlah bersentuhan seorang laki-laki dengan laki-laki lain di bawah
sehelai selimut, dan tidak pula seorang wanita dengan wanita lain di bawah satu
kain (selimut).” (Hadis riwayat Ahmad,Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi)[7]
Kedua, ‘diboleh’ atau ‘dibolehkan dengan syarat’. Vasektomi dan
tubektomi dibolehkan dilihat dari kondisi darurat. Kondisi darurat yang
dimaksud disini lebih pada pelaksanaan tubektomi, contohnya pada wanita yang mengalami penyakit menular
yang tidak dapat disembuhkan dan berisiko ditularkan pada janin yang akan
dikandungnya, atau pada wanita dengan kondisi yang lemah dan tidak sanggup lagi
untuk hamil. Hal ini sesuai kaidah,
الضرورة تبيح المحظورات
Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang.[8]
ماابيح للضرورة بقدر تعذرها
Sesuatu yang
diperbolehkan karena terpaksa, adalah menurut kadar halangannya.[9]
Selain itu,
vasektomi dan tubektomi dibolehkan jika tidak menyalahi syariat, tidak bersifat
permanen atau dapat dikembalikan fungsi reproduksinya, dan tidak menimbulkan mudharat pada kesehatan
reproduksi dan tubuh.
Lantas, dengan perbedaan pendapat dan fatwa tersebut, masihkah
vasektomi dan tubektomi diharamkan atau malah dibolehkan dan bagaimana memilih antara
‘haram’ atau ‘boleh’.
Dalam Kajian Hukum islam (Fiqh), perbedaan pendapat ulama
dan perubahan fatwa mengenai hukum suatu perkata seperti diatas mungkin terjadi, karena hukum untuk
vasektomi dan tubektomi ini termasuk hukum ijtihadi (reasoning), yaitu
hukum Islam yang ditetapkan berdasarkan ijtihadi(reasoning) karena
tiadanya Nash Al-Qur’an dan sunah atau Nash tetapi tidak qath’i dalilnya (z}anni,
karena tidak pasti atau tidak jelas petunjuknya) tetapi masih dipersoalkan
keabsahannya/validitas ijtihadnya. Hukum ijtihadi ini bersifat universal
fleksibel dan berubah, karena terjadi perubahan zaman, waktu, situasi, dan
kondisi.
تغيرالآحكام بتغير الازمنة والامكنة والاحوال
Artinya
: “Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat, dan
keadaannya”[10]
Hukum ijtihadi tidak
mengikat seluruh umat Islam. Berubahnya hukum ijtihadi itu berdasarkan
kaidah-kaidah hukum Islam yang telah disepakati oleh semua fuqaha’ (ahli hukum
fiqih) danus’uliyah
(ahli ushul fiqih) yang diantaranya ialah sebagai berikut:
الحكم يدورمع العلة وجوداوعدما
Artinya
: “Hukum itu berputar bersama illatnya (alasan yang menyebabkan adanya
hukum) ada/tidaknya”.[11]
Terhadap perbedaan pendapat ulama
(ijtihad) dalam masalah vasektomi dan tubektomi, umat islam dapat memilih
diantara kedua pendapat tersebut, yaitu yang membolehkan atau mengharamkan yang
menurut mereka lebih kuat dan lebih maslahat. Kedua pendapat yang berbeda itu
tidaklah saling membatalkan karena kaidah fiqh (hukum Islam) menyatakan bahwa
“sebuah ijtihad tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad yang lain”.
Terakhir, sebagai umat islam, dalam hal mengambil sebuah keputusan ‘haram’ atau
‘boleh’ tentu berlandaskan syariat islam. Kehadiran vasektomi dan tubektomi
bukan untuk menimbulkan keraguan, tetapi sebagai alternatif menuju kemaslahatan umat jika dilaksanakan
dan dilakukan mengacu pada syariat islam.
[3] http:/id.shvoong.com/social-sciense/education/2309013-definisi-halal-dan-haram/
[4] Masjfuk
Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, cet. V, Bina Ilmu,
Surabaya, 1986, hlm. 40-41.
[5] http://m.voa-islam.com//news/indonesiana/2012/07/05/19770/ulama-mengharamkan-vasektomi-dengan-lima-syarat/
[11] Abdul
Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, h. 193
Biografi Singkat Penulis
Nurfazlina
Bagi
Nurfazlina, membaca adalah hobi dan menulis adalah panggilan jiwa.
Lahir
di Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat, Alin yang bernama
asli Nurfazlina mulai menyukai menulis sejak kecil, baik menulis puisi,
karangan bebas, diary, ataupun
makalah tugas sekolah. Semenjak bergabung dengan UKM MRC BEM KM FK Unand, Dia mulai mengenal karya
tulis ilmiah seperti esai ilmiah, artikel ilmiah, poster ilmiah, dan lain-lain.
Kemudian, dia mencoba menulis karya ilmiah dengan mengikuti perlombaan Temilnas
2012 kategori Esai Ilmiah dengan judul Esai
Lansia : Menjadi Vegetarian, Sehatkah?
Selain
itu, saat ini dia juga merupakan salah satu staf UKM FSKI BEM KM FK Unand.
Melalui UKM inilah dia
mulai mengenal konsep kedokteran islam. Blog : www.nurfazlina-alin.blogspot.com.
Esha Almara
Menulis? Kenapa harus menulis? Bagaimana caranya? .
Merangkai
kata menjadi sajak yang indah bukanlah suatu hal yang mudah. Itulah yang
pertama kali dirasakan oleh gadis kelahiran 94 ini ketika memulai menuangkan
pikirannya ke kertas putih yang bersih. Berawal dari membaca cerita yang belum
terselesaikan yang di buat oleh sahabat baiknya, membuat esha ingin melanjutkan
kisah tersebut. Alhasil, esha mulai mengenal dunia penulisan yang secara
keseluruhan hanya berkutat dalam bidang fiksi. Esha mulai meningkatkan
kemampuan menulisnya saat menduduki bangku SMA dengan mengirimkan beberapa
karyanya ke mading sekolah. Atas dukungan temen-temannya, esha memberanikan
diri untuk mengikuti lomba menulis puisi yang bertemakan kebangsaan,
alhamdulillah ia mendapatkan peringkat ke-3.
Saat
ini Esha mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Esha
pun mulai melirik karya tulis dalam bidang non-fiksi. Melalui Ismi Ali 2,
bersama rekannya Nurfazlina, Esha mulai mengenal dan berlatih untuk menguasai
dunia yang belum pernah dikenalnya.