Nama :
Nurfazlina
BP :
1110312157
Prodi :
Pendidikan Dokter 2011
Peserta BBKM dan OR MRC 2011-2012
Kebanyakan orang
awam masih memiliki pandangan bahwa strok adalah penyakit yang banyak dialami oleh orang lanjut usia. Pernyataan ini tidaklah salah karena kasus yang sering kita temukan
dilapangan adalah orang lanjut usialah yang rentan menderita stroke. Bahkan,
kita akan dengan cepat memutuskan bahwa anak-anak tidak mungkin atau jarang
mengalami strok. Namun, saat ini diakui atau tidak, strok juga diderita oleh
anak-anak walaupun dengan risiko yang masih tergolong rendah. Kita tentu akan bertanya atau malah sedikit
meremehkan dengan mengatakan “ perlukah saya takut pada risiko strok pada anak-anak yang masih rendah
tersebut? ”.
Sebelum kita mengupas dan menuding pernyataan
diatas, alangkah baiknya kita melupakan sejenak tudingan diatas dan memusatkan
perhatian pada apa itu strok pada anak-anak. Pengetahuan tentang strok secara
teoritis ini memang akan membingungkan dan membosankan, tetapi ini akan
membantu dalam hal pemahaman apa itu sesungguhnya strok.
Strok (stroke = dalam bahasa inggris) merupakan
suatu keadaan dimana secara tiba-tiba pasokan darah ke suatu bagian otak
terganggu. Strok
pada anak didefinisikan sebagai gangguan serebrovaskular yang terjadi pada usia
antara 30 hari (1 bulan) sampai 18 tahun. Definisi lain menyebutkan strok pada
anak adalah strok yang terjadi pada usia antara 28 hari setelah lahir sampai 18
tahun.
Untuk
mengetahui apakah seorang anak mengalami strok atau bukan, kita dapat melihat
gejala-gejala pada anak berupa pusing, migrain atau sakit kepala di bagian tertentu, dan mata terasa
berkunang-kunang, pusingnya semakin menjadi-jadi selama 1-2 jam, muntah,
kejang, hilang kesadaran, anak yang semula dapat berbicara dengan lancar
akhirnya menjadi terbata-bata,dan gerak tubuhnya pun mendadak kaku dan menjadi
lumpuh. Gejala tersebut tak
hanya dialami oleh anak-anak usia sekolah, melainkan juga pada bayi. Bayi tersebut
biasanya akan rewel terus-menerus, tak mau minum susu, muntah, dan kejang.
Selanjutnya diikuti dengan menurunnya kesadaran, lemas, bahkan kelumpuhan. Dr. E Steve sebagai ahli penyakit strok
mengatakan bahwa gejala pertama stroke pada bayi adalah kejang yang hanya
mengenai satu lengan atau tungkai. Gejala kejang ini
sering sekali timbul hingga jumlahnya mencapai sepuluh persen dari kelainan
kejang yang terjadi pada bayi. Sedangkan pada orang dewasa, gejala kejang
jarang sekali ditemukan.
Risiko strok pada anak di dunia memang tergolong rendah. Berdasarkan
akumulasi dunia, angka kejadian
stroke pada anak-anak sekitar 2 per 100.000 anak per tahun, sedangkan angka
kejadiannya pada bayi mencapai 25 per 100.000 bayi per tahun. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Kanada,
dan Cina memberikan akumulasi yang sedikit masih dapat dihitung jari. Di
Amerika Serikat Insidensi stroke pada anak diperkirakan antara
2-3/100.000 anak/tahun dan di Perancis Insidensi stroke pada anak diperkirakan
13/100.000 anak/tahun. Di Inggris sekitar 400
anak mengalami stroke setiap tahun. Untuk negara Kanada, Canadian
Pediatric Ischemic Stroke Registry (CPISR) melaporkan insidensi
stroke iskemik pada anak usia <18 sebesar 2,7/100.000 anak/tahun, 40% pada
usia < 1 tahun dengan perbandingan laki-laki: perempuan (1,5:1). Ditambah
lagi, Penelitian pada anak-anak Cina di Hong Kong mendapatkan stroke pada anak
sebesar 2,1/100.000 anak/tahun dengan 28% diantaranya stroke hemoragik.
Risiko
strok yang masih tergolong rendah ini dapat terjadi tentu dengan adanya
penyebab-penyebab yang disadari ataupun tidak. Penyebab ini bisa dianggap
sebagai awal mula mengapa bisa terjadi strok pada anak, namun bisa juga sebagai
pembelajaran bahwa jika terjadi peningkatan risiko strok pada anak tidak
terlepas dari faktor penyebab. Secara umum, sebagian
besar stroke pada anak-anak terjadi akibat kombinasi faktor penyebab medis dan
faktor penyebab perilaku. Berdasarkan
pembagian strok, dapat kita lihat beberapa penyebab strok. Sebagian besar (> 70%) kasus stroke pada anak adalah stroke iskemik , yaitu ketika pembuluh darah utama terhalang
oleh plak, gumpalan darah atau bentuk lemak lain, dan 30% stroke
hemorgaik , yaitu ketika pembuluh darah dalam otak pecah
dan darah mengalir ke dalam otak. Namun, jika ditinjau dari segi
penyakit yang menimbulkan strok, terpadat dua penyakit yang selalu
digembar-gemborkan sebagai penyebab strok pada anak yaitu anemia sel sabit dan
penyakit jantung bawaan. Lebih serius lagi, jika kita berbicara penyebab strok
dari segi lingkungan atau prlaku, Hal ini tentu akan menjadi sangat kompleks,
seperti stress, pola dan gaya hidup yang tidak sehat, tekanan darah tinggi, diabetes
dan obesitas.
Ternyata,
tak terlepas dari risiko dan penyebab strok, ada hal utama yang perlu kita
kupas. Berdasarkan beberapa sumber data menunjukkan bahwa 20% kasus stroke anak
meninggal dalam perawatan. Sejumlah 45% kasus akan menunjukkan gejala kecacatan
akibat stroke yang menetap, dan 35% akan sembuh sempurna tanpa cacat. Kejadian
strok ulang terjadi sampai 20% kasus, dan meningkatkan kematian. Lebih ironisnya lagi, dari
sumber lain disebutkan bahwa strok pada
anak merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian pada anak. Peninjauan medis
ini memberi sedikit gambaran bahwa risiko strok yang sedikit namun pasti yaitu
hidup, cacat, atau mati. Ditinjau dari aspek medis pun, penyakit ini tergolong
penyakit mahal dalam pengobatan. Akankah kita rela membiarkan seorang anak mati
ataupun cacat karena mahalnya alat untuk terapi. Dilihat dari akibat
sosial.strok pada anak memiliki dampak yang
besar dalam masyarakat, diantaranya berhubungan dangan hilangnya masa-masa
produktivitas.
Seorang, dua, tiga atau beberapa anak yang seharusnya bermain, belajar,
menikmati indahnya bimbingan dan belaian orang tua, dan dipersiapkan menjadi
harapan bangsa direnggut oleh strok yang bisa saja mancacatkan atau bahkan
membunuh secara perlahan dan pasti. Lebih ditakutkan lagi, angka yang masih
bisa dihitung jari, angka yang terlihat kecil pada deretan angka lain pada
risiko strok pada anak ini diperkirakan anak meningkat seiring dengan
pengabaian dan peremehan pada usaha preventif dan pengobatan. Masihkan kita
perlu bertanya atau meremehkan dengan mengatakan “ perlukah saya takut pada risiko strok pada
anak-anak yang masih rendah tersebut? ”.
Rasa
takut atau tidak, akan menimbulkan banyak respon. Namun, alangkah indah dan
bermanfaatnya jika rasa takut menjadi tonggak awal untuk mencegah, berubah, dan
berbuat lebih baik. Ketakutan yang timbul ketika kita tahu bahwa strok pada
anak-anak tak pantas dipandang sebelah mata karena risikonya masih rendah, dapat
terjadi pada pribadi, keluarga terutama orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Sebagai
pribadi, terutama pada anak-anak sebagai objek pembicaraan, ketakutan akan
cenderung pada akibat yang ditimbulkan pada fisik, seperti kematian dan kecacatan, dan pada
mental, seperti malu karena cacat, takut harus dirawat dirumah sakit, tidak
menikmati masa-masa bermain seperti teman secara normal,dll. Sebagai pribadi, ketakutan
ini bisa menuju pada pencegahan personal seperti, menjaga pola makan dan gaya
hidup pribadi/ anak-anak, apabila ada masalah dapat berbagi dengan teman, guru,
atau orang tua sehingga tidak menimbulkan stress berkepanjangan, dan
pemberitahuaan pada orang tua ataupun lingkungan tentang gejala yang timbul
pada tubuh. Bagi bayi atau pun balita, hal pencegahan dan pengobatan secara
lansung lebih difokuskan pada bantuan pihak lain, seperti orangtua, baby
sitter, dokter, dll berupa pengecekan status gizi, pemeriksaan penyakit bawaan
atau gejala penyakit, dan perhatian yang lebih pada setiap perubahan tingkah
laku bayi/ balita.
Sebagai
orangtua, ketakutan terhadap strok pada anak menjadi hal yang dominan dalam
tahap pencegahan dan pengobatan karena orang tualah yang paling tahu anaknya,
orang tualah pihak yang sering berada di dekat si anak dan orang tualah yang
memutuskan apa pertolongan yang harus diberikan pada anak. Pada orang tua,
tahap pencegahan dapat dilakukan dengan peningkatan kepekaan orang tua terhadap
keingintahuan tentang apa itu strok pada anak, apa penyebabnya, dan apa
bahayanya. Tanpa pengetahuan pencegahan tentang strok lebih lanjut terhadap
anak, seperti pengaturan pola makan dan gaya hidup, peredaan stress, pemeriksaan
penyakit bawaan yang anak derita, dll , orang tua harus rela menggotong anaknya
kerumah sakit, bersabar menunggu apakah si anak bisa tetap hidup, cacat, atau
meninggal, dan berkorban materi demi pengobatan yang mahal.
Sebagai
masyarakat dan negara, ketakutan ini hanya berupa prihatin dan sedikit
kegelisahan. Bagaimana tidak, masyarakat dan negara membutuhkan anak-anak
sebagai elemen yang berperan khusus sebagai tunas yang akan menumbuhkan
bibit-bibit di kemudian hari. Bahkan, adanya kematian dan kecacatan akibat
strok ini akan menurunkan status sosial suatu masyarakat dan bangsa karena
sedikit menghilangkan garis-garis kesejahteraan rakyat yang diimpikan. Tokoh
masyarakat dan pemerintah seharusnya dapat menginformasikan, memberi penyuluhan
tentang gejala, risiko, penyebab, dan akibat penyakit yang terlihat masih awan
pada masyarakat, seperti strok pada anak ini, untuk menghindari kelalaian dalam
pertolongan dan pengobatan akibat ketidaktahuan
Sumber
:
Gemari Edisi 94/Tahun IX/Nopember 2008 _ 63