Sejak akad itu diucapkan, ingin sekali menuliskan tapi entah
kenapa pena ini tak tergores, kata-kata hanya tersimpan dibenak, tak tertuang
ke dalam tinta, hanya dalam ucapan dan bisikan hati, dalam syukur, terkadang
dalam sabar, dalam ikhlas...
Kala jauh, baru aku bisa menuliskan, mungkin begitu. Kala
sedih, kala rindu baru bila tertuang, baru bisa tertuliskan.
Aku memilihmu... mungkin kamu sering bertanya-tanya. Atau
banyak diluar sana banyak bertanya. Aku hanya bisa menjawab. Aku memilihmu
karena Allah. Setiap malam di istikharah dan tahajudku satu bulan itu aku
memohon petunjuk padaNya.
Darimu aku belajar.
Belajar untuk sabar, ikhlas, sederhana. Darimu aku belajar menjadi istri
shalehah walau aku tau aku sangat jauh dari itu, jauh dari sempurna.
Pasca menikah kita harus berpisah, namanya kawin ganggang
karena dibulan puasa. Alhamdulillah kita bisa melewatinya hingga lebaran dan hari
baralek tiba. Lalu kita pun berbuka, merasakan indahnya cinta karenaNYa, kita
disibukkan proses adat manjalang, lalu kita honeymoon, homestay disekitaran
sumbar saja. Alhamdulillah.. aku sudah bahagia. Cukup dengan hal yang
sederhana.
Hari cutimu pun abis. Kita mulai tinggal bersama di lubuk
basung. Merasakan jadi ibu rumah tangga, mengurus suami, awalnya memang sulit,
membosankan, aku terkadang tak bisa menerima. Ingin sekali berkarier seperti
ibu-ibu di kantor uda. Tapi aku harus sabar hingga jadwal internship itu tiba.
Hingga jadwal internship untuk agus ini pun tiba. Aku
dihadapkan pada pilihan apakah dirimu ijin dan aku siap berpisah denganmu dan
iship di kota berbeda. Semalaman aku berfikir dan istikharah, akhirnya aku siap
melepas jadwal iship agus ini. Bersabar menunggu jadwal iship berikutnya dimana
ada wahana RS satu kota denganmu sehingga kita tinggal bersama, dimana RS itu
bersebelahan dengan kantormu dan memilih tinggal di kota yang sama dengan mu.
Tiga hari pasca ku memutuskan tidak ikut iship bulan ini.
Aku lagi-lagi dihadapkan pada pilihan. Dosen yang aku bantu disertasinya selama
satu bulan tepat sebelum pernikahan, menghubungi untuk membantunya lagi
dan meminta untuk standby di Padang. Apa dayaku. Aku lagi-lagi dihadapkan pada
pilihan. Kali ini aku memutuskan untuk berpisah darimu mungkin untuk satu bulan
ini, hingga jadwal isip november dan aku bisa diterima di RS satu kota
denganmu, meski ku tau dirimu sulit untuk mengijinkan dan menerima. Maafkan
aku. Maafkan aku. Sungguh. Aku minta maaf. Mungkin tulisan ini yang bisa aku
tuliskan. Sembari kita berjauhan. Doakan aku dalam membantu dosen ini. Aku
selalu mendo’akan uda disana. Senantiasa dalam lindunganNya.
“Aku tak pernah tau apa yang terbaik. Aku hanya mencoba
menjalani melangkah hingga mungkin kaki ini lelah, berjuang sampai dimana ia
berakhir. Aku tak tau apa yang ku tuju. Aku tak tau harus bagaimana. Aku hanya
selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang membuatku harus memilih tapi tak
bisa memilih. Aku tau belum bisa membahagiakanmu, selalu berada disampingmu,
selalu melayanimu, menjadi istri shalehah. Aku kira aku bisa melakukan segala,
membuat pilihan yang tak menyakiti siapapun. Maafkan aku. Tapi aku yakin dirimu
bisa mengerti. Untuk sementara aku mengajakmu untuk menangis sejenak, merasakan
jauh dan tak berdekatan, mungkin aku jahat membuatmu pusing, sedih, rindu, tapi
tahukah kamu, aku lebih sedih dan lebih rindu, bahkan selalu menyalahkan
diriku. Apalah dayaku. Hidupku seperti ini. Aku memilih jauh darimu. Maafkan
aku. Ku harap kamu bisa mengerti. Ku harap kesibukanmu dan kesibukanku bisa
mengobati sejenak kerinduan itu dan membuat jadi terbiasa. Bahwa tak selamanya
bersama menjadi pilihan. Kamu pernah bilang, jangan terlalu mencinta. Cintai
Allah diatas segalanya. Semoga ketika ku dekati Dia Dia menyatukan kita lagi.
Aku tak tau kenapa ujian demi ujian datang. Ketika aku telah bahagia, sabar,
dan ikhlas tinggal bersamamu, berada disampingmu, mengurusmu, melayanimu,
memasak, mencuci, lalu temanku dengan baik hati memberi info wahana iship agus dimana
terdapat wahana baru, RS di provinsi yang sama, walau kota berbeda. Kenapa?
Harusnyakan dibiarkanNya aku bahagia bersamamu. Lalu aku putuskan untuk tetap
tinggal bersamamu, mundur menjadi iship berikutnya di rs di kota yang sama
denganmu. Kemudian beberapa hari kemudian datang lagi info dari dosen untuk
menanyakan kesiapanku membantunya lagi. Kali ini aku goyah, sungguh aku goyah,
* ingin mencoba. Apakah ini ujian dariNya lagi, atau rahmat dan rejeki dariNya?
Entahlah... maafkan aku suamiku tercinta karena Allah”