Oleh Nurfazlina, Pendidikan Dokter 2011, FK Unand
Disusun untuk mengikuti Lomba Artikel Emansipasi Wanita dalam Islam 2013 yang diselengggarakan Departemen Keputrian FKI Rabbani dan Departemen Keputrian FSI se-Unand
Di era globalisasi, persoalan
emansipasi wanita sudah menjadi hal yang tidak asing lagi. Bahkan, emansipasi
wanita bisa dikatakan sukses menyusup seluruh aspek kehidupan wanita. Di Indonesia,
RA Ajeng Kartini berhasil memperjuangkan
masalah emansipasi wanita dalam hal mendapat
pendidikan yang layak dan menghilangan pengekangan yang memasung kreativitas
dan ruang gerak kaum wanita. Kemudian, diikuti perjuangan kaum wanita lain yang
terjun kedunia perpolitikan, menduduki jabatan sesuai dengan kemampuannya yang bisa
dikatakan setara bahkan bisa lebih tinggi dari kaum pria seperti menjadi
anggota DPR, pemimpin partai, bahkan menjadi presiden. Tak terkecuali dalam
bidang sosial dan kemanusiaan, wanita mendapat kesempatan bekerja, berkarier,
dan berkarya sesuai kemampuanya, seperti wanita yang awalnya dilarang menjadi
dokter didaerah terpencil sekarang
diperbolehkan untuk terjun menjadi relawan, pengabdi, dan pekerja didaerah
dengan medan yang berat.
Namun, dibalik semua kesuksesan ini yang bisa
dikatakan berdampak positif bagi kehidupan kaum wanita, ada sisi-sisi negatif yang muncul dan kemudian
yang menjadi sorotan kaum ulama dan cerdik pandai. Emansipasi wanita yang
awalnya bertujuan untuk memajukan dan memuliakan kaum wanita malah terlihat
seperti membebaskan wanita dari kodrat yang sesungguhnya yaitu menjadi istri bagi
sang suami dan ibu bagi anak-anaknya. Bahkan pembebasan ini berujung pada
kebebasan wanita tanpa melihat batasan norma dan nilai yang selama ini dianut
bangsa kita seperti menjaga kehormatan dan rasa malu, menjaga tingkah laku dan
sopan santun dan sebagainya yang secara perlahan memudarkan kemuliaan seorang
wanita itu sendiri.
Menanggapi permasalahan diatas, sebenarnya para
Ulama telah menegaskan dan menjelaskan bahwa Islam telah menjawab dan membahas
masalah emansipasi wanita sejak zaman Rasulullah. Islam sebagai agama yang
rahmatallil’alamiin memuliakan kedudukan kaum wanita sebagaimana yang tercantum
dalam Al Qur’an dan Hadits terutama surat An-Nisa’(wanita). Jauh sebelum
emansipasi wanita diproklamirkan, Islam lebih dahulu mengangakat derajat wanita
dari masa percampakan dan penindasan wanita di zaman jahilliyah ke masa
kemuliaan wanita. Mencermati perbahasan tersebut, Penulis tertarik mengkaji lebih
mendalam terkait emansipasi wanita dalam perspektif hukum islam.
Secara harafiah, emansipasi adalah kesetaraan hak
dan gender. Selanjutnya, pengertian dari
emansipasi wanita yang paling populer adalah suatu usaha untuk
menuntut persamaan hak-hak kaum wanita terhadap
hak-hak kaum pria di segala bidang kehidupan. Adapun dalam islam, emansipasi wanita lebih menekankan
pada perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib
sendiri yang sesuai dengan hak-hak yang telah diatur dalam Al-Qu’an dan Hadits
dengan tetap menyelaraskannya dengan fungsi dan kewajibannya sebagai wanita.
Hak-hak wanita yang sempurna
diberikan islam dan dapat diperjuangkan kaum wanita adalah pada tiga bidang :
1. Bidang kemanusiaan : islam mengakui hak-haknya sebagai
manusia dengan sempurna sama dengan pria. Sementara, umat-umat jahilliyah
mengingkari permasalahan ini.
2. Bidang sosial : telah terbuka lebar segala jenjang
pendidikan bagi wanita dan wanita dapat memilih pekerjaan sesuai kemampuannya
dan menempati jabatan penting dan terhormat dalam masyarakat sesuai bidang dan
usianya.
3. Bidang hukum islam : I\islam memberikan pada wanita
hak memiliki harta dengan sempurna dan mempergunakannya tatkala sudah mencapai
usia dewasa dan tidak ada seorangpun yang berkuasa atasnya baik ayah atau
suaminya.
Sementara itu, fungsi dan
kewajiban wanita yang harus diselaraskan dengan haknya adalah :
1. Seorang hamba Allah (Qs At-Taubah : 71)
2. Seorang istri (Qs An-Nisa : 34)
3. Seorang ibu (Qs Al-Baqarah :233)
4. Warga masyarakat (Qs Al-Furqan : 33)
5. Da’iyah (Qs Ali-Imran : 1004-110)
Namun, menjawab tantangan
pengertian populer mengenai persamaan hak dan kesetaraan gender antara wanita
dan pria yang menjadi fokus utama emansipasi wanita, Islam menjelaskan bahwa
terdapat persamaan kedudukan dan hak antara wanita dan pria dalam hal tertentu
yakni yang disebutkan dalam dalil-dalil sebagai berikut:
1. Kedudukan wanita sama dengan pria
dalam pandangan Allah
Kedudukan
wanita yang sama dengan pria dalam pandangan Allah dapat ditilik dalam QS.
Al-Ahzab : 35, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan
perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka
ampunan dan pahala yang besar”. Orang muslim yang dimaksud dalam ayat ini
adalah orang-orang yang mengikuti perintah dan menjauhi larangan pada lahirnya,
sedangkan yang dimaksud orang mukmin adalah orang-orang yang membenarkan apa
yang harus dibenarkan oleh hatinya. Berdasarkan dalil ini, islam menjelaskan
bahwa kedudukan antara wanita dan pria dimata Allah adalah sama, yang
membedakan adalah iman dan ketakwaannya.
2. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam berusaha untuk memperoleh,
memiliki, menyerahkan atau membelanjakan harta kekayaannya
Berkenaan
dengan kedudukan tersebut maka dalil dalam Islam dapat dirujuk dalam QS.
An-Nisa : 4, “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebahagian maskawin itu dengan senang hati, makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. Pemberian itu
adalah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak,
karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas. Selain dalil tersebut,
kedudukan wanita dan pria dalam berusaha memperoleh, memiliki, menyerahkan atau
membelanjakan harta kekayaan dapat dilihat dalam QS. An-Nisa’ : 32, “Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada
bahagian yang mereka usahakan, dan bagi para (wanita) pun ada bahagian dari apa
yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
3. Kedudukan wanita sama dengan pria untuk menjadi ahli waris dan
memperoleh warisan, sesuai pembagian yang ditentukan
Kedudukan
wanita dan pria terkait dengan warisan dapat dirujuk dalam QS An-Nisa’ : 7,
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya,
dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
Islam merupakan agama yang kaffah, pengaturan
terkait kedudukan pria dan wanita rinci diatur di dalamnya, salah satunya
mengenai pembagian warisan.
Kemudian,
Islam menjelaskan bahwa mengapa hanya terdapat
persamaan kedudukan dan hak antara wanita dan pria dalam hal tertentu seperti
yang dijelaskan diatas adalah karena terdapat perbedaan kodrat dan biologis
antara wanita dan pria yang menjadikan mereka memiliki hak, kedudukan, fungsi,
dan kewajiban yang spesifik. Hal ini berdasarkan beberapa dalil dalam Al-Qur’an
: "Dan
orang laki -laki tidaklah sama seperti orang perempuan". (QS. Al imron:
36)
Emansipasi
Bukanlah Pembebasan Diri
Berdasarkan banyak defenisi, emansipasi dikaitkan dengan kata pembebasan
baik pembebasan diri, pembebasan dari kebodohan, pembebasan dari pengekangan,
dll. Pemaknaan yang tidak bijak akan hal ini akan menimbulkan perbedaan
persepsi. Bahkan, hal ini menjadi senjata kaum feminis, Yahudi, dan Nasrasi
yang merupakan musuh islam untuk memperjuangkan bahwa pembebasan ini bersifat
tiada batas yang tidak lagi melihat kodrat dan aspek biologis manusiawi dan
terlihat seperti membebaskan wanita menuju maksiat dan keterpurukan moral.
Beberapa propaganda yang mereka perjuangkan yang disambut oleh orang-orang yang
didalam hati mereka ada penyimpangan dan penyelewengan adalah :
1.
Markus Fahmi,
seorang Nasrani, menerbitkan buku berjudul Wanita di Timur tahun 1894 M. Dia
menyerukan wajibnya menanggalkan hijab atas kaum wanita, pergaulan bebas, talak
dengan syarat-syarat tertentu dan larangan kawin lebih dari satu orang.
2.
Huda Sya’rawi,
seorang wanita didikan Eropa yang setuju dengan tuan-tuannya untuk mendirikan
persatuan istri-istri Mesir. Yang menjadikan sasarannya adalah persamaan hak
talak seperti suami, larangan poligami, kebebasan wanita tanpa hijab, serta
pergaulan bebas.
3.
Ahli syair,
Jamil Shidqi Az-Zuhawis. Dalam syairnya, dia menyuruh kaum wanita Irak membuang
dan membakar hijab, bergaul bebas dengan kaum pria. Dia juga menyatakan bahwa
hijab itu merusak dan merupakan penyakit dalam masyarakat.
Menjawab propaganda yang
menggaung-gaungkan kebebasan diri sebagaimana yang dijelaskan diatas, Islam
menjelaskan bahwa emansipasi wanita itu ada batasnya, tidak berlebihan, dan
bukanlah pembebasan diri yang dimaksudkan kaum feminis diatas. Pada
dasarnya, Islam membolehkan emansipasi wanita tetapi ada batasannya dan
tentunya tidak melanggar syari’. Sebagaimana telah tertulis dalam Al-Baqarah :
228, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan
cara yang ma’ruf.”
Emansipasi Sebagai Pemuliaan Diri
Melihat emansipasi wanita yang diatur dalam islam,
Kaum feminis lagi-lagi beranggapan bahwa islam mengekang kaum wanita,
merendahkan martabat dan kedudukan wanita, dan tidak memberikan kaum wanita
kesempatan untuk berkembang dan maju. Bagaimana tidak, mereka melihat hak,
fungsi, kedudukan, dan kewajiban wanita dalam islam seperti suatu hal yang
sempit.
Sebenarnya, aturan-aturan yang mengatur segala hak,
fungsi, kedudukan dan kewajiban wanita dalam islam bertujuan untuk memuliakan
kaum wanita. Kaum wanita yang awalnya dianggap rendah pada zaman jahilliyah menjadi
mulia pada masa Rasulullaah karena dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada
Rasulullaah dan dalam Hadits yang Rasulullaah sabdakan terdapat hak, fungsi,
kewajiban, dan kedudukan wanita yang secara lansung ataupun tidak lansung
memuliakan kaum wanita. Anak-anak perempuan yang awalnya dibunuh kemudian
dilarang dizaman Rasulullaah , kaum wanita yang awalnya hanya sebagai
pelampiasan nafsu pria jahilliah kemudian mejadi sosok yang dilindungi dalam masyarakat
dan bangsa karena kaum wanita adalah tiangnya suatu masyarakat dan bangsa yang
akan melahirkan generasi bangsa berikutnya, dan kaum wanita yang awalnya hanya
dikekang dalam rumah kemudian dapat melakukan perdagangan dan memberikan
perawatan, pengobatan, dan perlindungan bagi tentara yang terluka saat perang yang
dilakukan Rasulullaah dan kaum muslimin. Mari kita meneropong kebelakang, pada
awal-awal berdirinya islam telah banyak wanita-wanita yang berjaya, mereka
adalah Aisyah binti Abu Bakar, Khadijah binti Khuwailid, Hafsah binti Umar,
Maimunah binti Harits, dan lain
sebagainya. Merekalah yang telah memberikan suri tauladan yang sangat
mulia untuk berlansungnya emansipasi wanita, bukan saja hak yang mereka minta,
melainkan kewajiban sebagai seorang wanita, istri, anak atau anggota masyarakat
mereka ukir dengan mulianya. Inilah pemuliaan diri yang dimaksudkan islam.
Kesimpulan
Jadi berdasarkan uraian mengenai emansipasi wanita
dalam islam diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa emansipasi wanita yang
diatur dalam islam adalah lebih menekankan pada perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib
sendiri yang sesuai dengan hak-hak yang telah diatur dalam Al-Qu’an dan Hadits
dengan tetap menyelaraskannya dengan fungsi dan kewajibannya sebagai wanita,
tidak berlebihan atau ada batasnya, dan tidak melanggar syar’i. Islam menegaskan bahwa emansipasi
wanita adalah bukan pembebasan diri, melainkan pemuliaan diri kaum wanita, baik
di mata Allah, suami, anak, orang tua, saudara, keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara.
Sumber :
Fitrianti, Nanda., dkk., Tanpa Tahun. Emansipasi Wanita dalam Pandangan Islam.
Makalah Pendidikan Agama Islam. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro Semarang.
MustBhagoezt., Tanpa Tahun. Apa Sih Emansipasi Itu?. (http://punyamasbagus.blogspot.com/2012/04/apa-sih-emansipasi-itu.html,
diakses 17 April pukul 21.01 WIB)
Muzayyanah, Iklila dan Muslikah. Tanpa Tahun. Emansipasi Wanita dalam Islam. Tugas Makalah. Jurusan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut
Teknologi Sepuluh November Tahun 2009/2010.
Sulistiyaningsih, Nur., 2012. Emansipasi
Wanita dalam Prespektif Islam. (http://cahayatheprinces.blogspot.com/2012/01/emansipasi-wanita-dalam-perspektif.html,
diakses 17 April 2012 pukul 21.00 WIB)