(Essai Temilnas 2012)
By : Nurfazlina,
FK UNAND, 2011
Saat ini tidak bisa kita pungkiri bahwa menjadi
vegetarian merupakan salah satu trend dunia kesehatan. Ternyata, dari
segi pelaku, tidak hanya anak-anak, remaja, dan dewasa yang cenderung memilih
menjadi vegetarian, lansia pun ada yang memilih menjadi vegetarian. Banyak
penelitian menemukan bahwa menjadi vegetarian dapat mencegah dan mengobati
penyakit degeneratif seperti obesitas, hipertensi, kanker, stroke dan
lain-lain. Berdalih dari anggapan bahwa menjadi vegetarian menimbulkan
malnutrisi tubuh, misalnya kekurangan protein, zat besi, dan vitamin B12, badan
menjadi cepat lemas dan lelah dan menyiapkan makanan
vegetarian itu repot, rasanya hambar, dan tidak banyak variasi, lansia pun
mulai bertanya-tanya, apakah sehat menjadi vegetarian.
Sebelum mengupas lebih dalam kontroversial diatas,
sebaiknya kita tahu dulu apa sebenarnya defenisi lansia dan vegetarian. Secara
umum, lansia
adalah mereka yang telah berusia 65 tahun keatas. Menurut Durmin (1992), lansia
dibagi atas young elderly (65-74
tahun) dan older elderly (75
tahun). Sementara menurut Munro dkk. (1987), older elderly dibagi lagi atas
usia 75-84 tahun dan 85 tahun. Di Indonesia, M.Alwi Dahlan menyatakan bahwa orang dikatakan lansia
jika berumur
diatas 60 tahun. Namun, jika mengacu pada usia pensiun, lansia adalah mereka yang telah berusia
diatas 56 tahun. Dari pengelompokan ini,
terdapat istilah Lansia Risiko Tinggi ( High Risk Elderly ) dengan ciri-ciri
yaitu, usia diatas 80 tahun, hidup sendiri, depresi, gangguan intelektual,
jatuh beberapa kali, inkontinensia urine, dan di masa lalu tidak dapat
menyesuaikan diri. Dilihat dari aspek kesehatan, ada lansia yang tergolong
sehat dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di samping itu, sebagian lansia masih mampu
mengurusi diri sendiri, sementara sebagian lain sangat tergantung pada “belas
kasihan” orang lain. Kebutuhan gizi bagi lansia yang sehat dan aktif tidak
berbeda dengan orang dewasa sehat.
Sementara itu, vegetarian dikenal sebagai orang dengan pola
makan yang unik karena hampir seluruh makanannya berasal dari tumbuh-tumbuhan
seperti sayur, buah, padi-padian, dan kacang-kacangan. Didefinisikan berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi
dan dipantang dalam pola makan sehari-harinya, vegetarian dibedakan atas tiga
tipe, yaitu vegan, lacto-vegetarian,dan lacto-ovo-vegetarian.
Seorang vegan, atau vegetarian murni/ total hanya mengkonsumsi makanan dari
tumbuhan dan sama sekali tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari binatang
termasuk daging, ayam, ikan, susu, telur, dan seafood. Sementara itu, lacto-vegetarian
didefinisikan tipe vegetarian yang juga mengkonsumsi susu dan produk olahan
susu seperti keju dan yogurt dalam keseharian, tetapi tidak mengkonsumsi daging
sapi, daging kambing, ayam, ikan, telur, dan seafood. Terakhir, vegetarian
lacto-ovo adalah vegetarian yang mengkonsumsi makanan nabati, susu, dan
telur untuk makanan sehari-hari dan tetap tidak mengkonsumsi daging sapi,
daging kambing, ayam, ikan, dan seafood. Jadi, vegetarian bukan tidak
memperoleh nutrisi seperti protein, lemak, kolesterol, dan nutrisi lain yang
dibutuhkan (yang biasa terkandung pada makanan hewani), melainkan vegetarian
memperoleh protein, lemak, kolesterol dan nutrisi lain dari makanan nabati yang
dikonsumsi, susu, dan olahannya
Menariknya, jumlah penganut vegetarian secara umum di dunia maupun di Indonesia
meningkat dari tahun ke tahun. Hasil survei tahun 1997 melaporkan 1% penduduk
Amerika Serikat adalah vegetarian. Angka ini meningkat menjadi 2,5% pada tahun
2000 dan 2,8% pada tahun 2003. Penduduk Inggris dengan pola vegetarian sebanyak
3% pada tahun 1987 dan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 1997 menjadi
5,4%. Newspoll
Survey pada tahun 2000 melaporkan terdapat 2% penduduk
Australia vegetarian dan 18% penduduk lebih menyukai makanan vegetarian.
Sementara itu di India, tahun 2003, terdapat lebih dari 50% penduduk adalah
vegetarian. Di Indonesia
sendiri, jumlah penganut vegetarian
juga mengalami peningkatan. Jumlah vegetarian yang terdaftar di Indonesia
Vegetarain Society (IVS) saat berdiri tahun 1998 adalah sekitar 5000 anggota dan meningkat menjadi
60.000 anggota pada tahun 2007. Angka ini merupakan sebagian kecil dari jumlah
vegetarian yang sesungguhnya karena tidak semua vegetarian mendaftar menjadi
anggota (Kusharisupeni, 2010).
Berdasarkan data diatas, peningkatan penganut vegetarian
tentu diikuti oleh faktor-faktor pendukung berupa alasan-alasan memilih menjadi
vegetarian. Khusus bagi lansia, alasan menjadi vegetarian dapat dilihat dari
alasan fisiologis tubuh, alasan kesehatan, alasan lingkungan, alasan finansial
dan alasan spiritual.
Pertama, alasan fisiologis tubuh. Lansia identik dengan
penurunan fisiologis saluran cerna. Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh
adalah gizi, gusi, dan ludah berupa tanggalnya gigi dan infeksi gusi yang menimbulkan
kesulitan dalam mengunyah dan menghancur makanan utuh seperti daging, kacang,
dll, dan sekresi ludah berkurang sampai kira-kira 75 % yang menimbulkan ketidakoptimalan metabolisme
makanan. Motilitas lambung menurun hingga pengosongan lambung menjadi lebih
lambat dan kurangnya epitel lambung akan menyebabkan peningkatan pH lambung
yang akan menurunkan absorbsi besi, kalsium, vitamin B-6, B-12, dan folat,
serta menyebabkan pertumbuhan bakteri pada usus halus. Terdapat penurunan
ukuran kemampuan fungsional lever seperti fungsi enzim sitokrom 450 dan
sintesis albumin pada lansia yang akan menyebabkan metabolisme kolesterol dan
vitamin kurang efesien. Beberapa fakta fisiologis diatas mengilhami lansia
memilih menjadi vegetarian. Makanan vegetarian terutama sayur dan buah-buahan
mudah untuk dilumat dan dihancurkan didalam mulut. Bahkan, dengan penyajian
makanan nabati dalam bentuk mudah lumat dan cair pun dapat melewati mulut
dengan mudah dan membantu mencegah konstipasi. Pola makan vegetarian yang
identik dengan kecenderungan mengkonsumsi sayur, buah, dan makanan nabati juga
meningkatkan frekuensi konsumsi besi, kalsium, vitamin B-6, B-12, dan folat.
Penurunan konsumsi makanan yang mengandung kolesterol pada vegetarian juga bisa
dikaitkan dengan fenomena kurang efisiennya metabolisme kolesterol di hati
sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya diatas.
Kedua, alasan kesehatan. Alasan ini merupakan salah satu
alasan lansia memilih vegetarian menjadi gaya hidup karena dengan menjadi
vegetarian, dapat mengurangi risiko penyakit ringan seperti konstipasi. Konsumsi lemak nabati pada vegetarian dengan
kandungan yang tidak berlebihan dibandingkan dengan mengkonsumsi lemak hewani
dapat menghindari potensi obesitas, hipertensi, jantung koroner, kanker,
stroke, osteoporosis yang identik dengan lemak dan kolesterol berlebih.
Ketiga, alasan lingkungan. Alasan lingkungan ini
berhubungan dengan tujuan untuk konservasi energi, air, tanah, dan tanaman
sehingga ekologi tetap terjaga. Peningkatan penyediaan sayuran, buah, dan
makanan nabati juga berkaitan dengan penghijauan menuju pencegahan global
warming. Keempat, alasan finansial. Biaya hidup vegetarian cenderung lebih
murah dan hemat karena harga bahan pangan nabati relatif jauh lebih
murah dan terjangkau dibandingkan daging. Di
Inggris, premi asuransi untuk orang yang menjadi vegetarian lebih kecil
dibanding orang non-vegetarian karena
para vegetarian ini memiliki
resiko terkena penyakit jantung yang lebih rendah daripada para pemakan daging. Bagi lansia yang tergolong hidup pas-pas, menjadi
vegetarian dapat membantu memenuhi nutrisi sesuai kebutuhan. Terakhir, alasan
spiritual. Ada beberapa agama di dunia yang menganjurkan
umatnya untuk menjadi seorang vegetarian seperti Hindu dan Budha. Ajaran agama ini tidak memperbolehkan
seseorang untuk membunuh makhluk yang bernyawa untuk
alasan apapun, apalagi untuk kepentingan orang yang bersangkutan.
Memilih menjadi vegetarian memang tidak terlepas dari
berbagai alasan diatas. Namun, memilih menjadi vegetarian pun memberikan
keuntungan. Berbagai penelitian berusaha mengungkap tabir manfaat vegetarian
terhadap kesehatan terutama bagi lansia. Data-data menunjukkan bahwa orang dengan pola
makan vegetarian umumnya lebih sehat dan berumur panjang dibanding mereka yang
non vegetarian. Sebagai contohnya, penelitian pada tahun 2009 di bulan Maret
oleh The American Dietetic Association pada lebih dari 500.000
orang-orang yang berusia 50-71 tahun di Amerika dan didapati bahwa orang-orang
dewasa yang mengonsumsi paling banyak daging merah lebih berkemungkinan untuk
meninggal dalam waktu lebih dari 10 tahun lebih cepat daripada mereka yang
paling sedikit mengonsumsi daging merah, kebanyakan karena penyakit
kardiovaskular dan kanker (Ltaminsyah, 2009). Apalagi bagi mereka yang mengurangi konsumsi daging
merah dan menggantinya dengan mengkonsumsi makanan nabati. Para
peneliti menunjukkan bahwa vegetarian mungkin memiliki risiko
terkena osteoporosis lebih rendah dibandingkan non-vegetarian. Hal ini
dibuktikan pada wanita berusia lanjut yang memiliki rasio konsumsi protein
hewani lebih tinggi dibandingkan protein nabati, mengalami kehilangan kalsium
pada tulang leher lebih cepat dan memiliki risiko patah tulang lebih tinggi
dibandingkan wanita lanjut usia yang konsumsi protein hewaninya lebih rendah. Bahkan, Para peneliti di Loma
Linda University di Loma Linda, California melakukan studi yang melibatkan 23 vegetarian dan 14
non-vegetarian perempuan
yang berusia antara 65-80 tahun, dan merupakan Advent (aliran Protestan yang mendorong anggotanya
untuk menjadi vegetarian). Kabar baiknya adalah bahwa ibu vegetarian umumnya
makan makanan
lebih sehat dari pada ibu-non vegetarian berupa karbohidrat, makanan
berserat, dan
sedikit lemak, kolesterol dan kafein. Diet mereka
lebih sesuai dengan pedoman gizi yang ditetapkan oleh American Heart
Association dan National Cancer Institute, dan mereka memiliki tingkat lebih
rendah glukosa dan kolesterol dalam darah mereka.
Mengingat tak semua hal selalu positif, lansia yang
menjadi vegetarian pun sering dituding dan ditemukan mengalami malnutrisimisalnyakekurangan
protein, zatbesi, dan vitamin B12. Hal ini terutama
disebabkan kurangnya pengetahuan lansia mengenai kebutuhan nutrisi lansia yang
sehat dan kurang sesuainya konsumsi makanan dengan kebutuhan nutrisi lansia. Pengetahuan yang besar terhadap pola makan
vegetarian yang sehat dan penyanjian makanan yang sesuai kebutuhan dapat
menghindari kondisi malnutrisi yang tidak diinginkan ini. Baik menjadi vegan, lacto-vegetarian,
maupun lacto-ovo-vegetarian, seorang lansia dan keluarga lansia harus
memperhatikan setiap kandungan makanan yang dikonsumsi, apakah telah memenuhi
batas AKG (Angka Kecukupan Gizi) lansia. Lansia atau keluarga dapat
membandingkan kandungan gizi masing-masing buah, sayuran, makanan nabati, dan
makanan lain yang dikonsumsi lansia dengan tabel besaran kebutuhan zat gizi pada lansia dibawah ini :
Tabel Besaran Kebutuhan Zat Gizi pada Lansia
Sumber : “ Meeting the
nutritional needs for older person”. WHO 2002
Jenis Gizi
|
Besaran
|
Energi
Protein
Lemak
Lemakjenuh
Air
Kalsium
Besi
Tambaga
Chromium
Magnesium
Selenium
Asamfolat
Seng
Vitamin A
Riboflavin
Vitamin B12
Vitamin C
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
|
1,4-1,8 kali BMR
0,9-1,1 g/kg BB/hari
30%-35%
£ 8 %
30 cc/kgBB/hari
800-1200 mg/hari
10 mg/hari
1,3-1,5 mg/hari
50 µg /hari
225-180 mg/hari
50-70 µg/hari
400 µg/hari
4,2-14,0 mg/hari (pria), 3,0-9,8 mg/hari (wanita)
700 µg RE/hari (pria), 800 µg RE/hari (wanita)
1,3 mg/hari (pria), 1,1 mg/hari (wanita)
2,5 bg/hari
60-100 mg/hari
10-20 bg/hari
100-400 IU/hari
60 – 90 mg/hari
|
Berdasarkan uraian diatas,
masihkah lansia beranggapan bahwa menjadi vegetarian itu tidak sehat. Belum
tentu. Malnutrisi yang timbul akibat memilih menjadi vegetarian dapat terjadi
akibat kurang cerdasnya lansia dalam mengoptimalkan pola makan sesuai kebutuhan
gizi. Sebaliknya, Lansia yang cerdas dalam mengoptimalkan pola makan sesuai
kebutuhan gizi akan merauk keuntungan-keuntungan sesuai keinginan antara lain : menjadi sehat
dan hemat.
Sekali lagi, Memilih menjadi
vegetarian bagi lansia tentu memerlukan
banyak dukungan selain keinginan nurani lansia itu sendiri. Dukungan keluarga
menjadi hal yang sangat penting karena kebanyakan kondisi lansia yang kurang
fit dalam menyiapkan makanan sehari-hari, menurunnya kekuatan tubuh, dan
melemahnya daya tahan tubuh karena mengidap penyakit. Keluarga yang cerdas
tentu tak ingin melihat nenek atau kakeknya hanya terbujur lemah di kamar
karena penyakit kronis atau degeneratif merenggut hari tuanya. Bahkan dengan
memperhatikan pola makan lansia, keluarga dapat meningkatkan rasa terimakasih
dan kasih sayang terhadap lansia. Keluarga yang mungkin memiliki kesibukan pun
tak perlu cemas harus meluangkan banyak waktu. Restoran-restoran vegetarian pun
telah banyak menjamur dengan penawaran yang relatif murah. Namun, untuk
keluarga yang memiliki cukup waktu luang, buku-buku tentang penyajian makanan
vegetarian yang sehat, enak, dan bervariasi telah banyak beredar. Lebih-lebih,
bagi keluarga dengan ekonomi pas-pasan, penyajian sayur, buah, dan makanan
nabati yang lebih terjangkau dapat mendukung faktor ekonomi keluarga. Tak kalah
penting, dukungan masyarakat dan pemerintah pun dapat mengambil andil.
Optimalisasi mata pencarian masyarakat Indonesia yang cenderung mengolah lahan
dengan menanam sayur, buah-buahan, dan berkebun dapat meningkatkan penyediaan
makanan vegetarian dipasaran. Dukungan pemerintah terhadap optimalisasi mata
pencarian ini pun perlu ditingkatkan seperti peningkatan pengetahuan teknologi
pangan yang sehat dan cerdas, dan pemanfaatan lahan tidur. Bahkan, Pemerintah
pun dapat mendukung pengusaha-pengusaha restoran vegetarian dalam
mengoptimalkan fungsinya dan penyebarannya diseluruh penjuru.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.
Darmojo, R. Boedhi dan Martono, H. Hadi. 2009. Geriatri
(Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Maas, LT. 2011. ”Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Gambaran Masyarakat”.”http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22426/5/Chapter%20I.pdf”
(diakses tanggal 31 Mei 2012).
Muhammad, H.F.L dan Oktaviani H, Prima. 2010. Bebas
Kanker Tanpa Daging. Yogyakarta : Penerbit Jogja GREAT! Publisher.
Susianto. Widjaja, Hendry dan Mailoa, Helda. 2008.
Diet Enak Ala Vegetarian. Jakarta : Penebar Plus.
__________ . 2012. “Seputar
Vegetarian”.” http://kesehatanvegan.com/perihal-3/tenatang-vegetarian/” (diakses
tanggal 30 Mei 2012).
Biografi Singkat Penulis
Essai LANSIA : MENJADI
VEGETARIAN, SEHATKAH? adalah essai pertama Nurfazlina yang berbau kesehatan. Ia
dilahirkan di Baso, Kabupaten Agam, Sumatra Barat pada 10 Februari 1992. Kental
dengan darah Minang, Perempuan yang biasa dipanggil “Alin” ini bersekolah di TK
Tunas Harapan, SD N 10 Sei Cubadak, SMP N 1 Candung, dan SMA N 1 IV Angkek.
Saat ini, Ia adalah mahasiswi prodi Pendidikan Dokter Angkatan 2011, Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Berawal dari keinginan dan
dorongan hati untuk belajar menulis karya ilmiah dalam pengembangan bakat KIR (Karya Ilmiah
Remaja) SMA N 1 IV Angkek, Ia pun mencoba dan menulis walaupun jarang yang
terselesaikan. Ia pernah mencoba menulis KIR mengenai Global Warming. Namun, ia
pun gagal menyelesaikannya dan tidak menemukan ide yang out of the box.
Kali ini, dengan optimisme yang meluap, Ia mencoba mengungkap tabir pola makan lansia,
yang menjadi kontroversial saat ini : menjadi vegetarian.
Awalnya, Ia mengetahui tentang
rangkaian lomba Temilnas terutama essai saat BBMK yang dilaksanakan MRC
(Medicalstudent Research Centre) BEM KM FK Unand. Kemudian, berkat bergabung
dengan organisasi ini bulan mei 2012, ia pun mendapat info lomba Temilnas 2012
yang dilaksanakan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tidak hanya itu, sesama
anggota MRC pun saling sharing dalam hal penulisan essai yang baik, benar,
dan kreatif. Hal ini meyakinkannya untuk membayar pendaftaran melalui Bank
Syariah Mandiri dan akhirnya ia pun mengirimkan naskah essai yang berjudul LANSIA
: MENJADI VEGETARIAN, SEHATKAH? tepat pada rentang waktu yang diberikan.
Sejak kecil Nurfazlina memang
bercita-cita menjadi seorang dokter. Kesempatan untuk menuntut ilmu di kampus
kedokteran tidak ia sia-siakan hanya dengan fokus pada prestasi akademik saja,
tetapi ia ingin lebih dari itu, ia ingin menjadi mahasiswa yang kreatif, peka
dalam dunia kesehatan yang sedang trend, dan berkarya dalam ilmiah.
Menuliskan essai ini adalah langkah awal walaupun masih jauh dari kesempurnaan.